Tempat Aku Pulang
" pa kabarmu tambatan hati? Masihkah aku hiasi mimpimu? Kuharap kau melihat sang senja Ada rindu kutitip disana."
Hai, aku masih disini, tersenyum sambil
sesekali melihat beberapa foto kita yang hanya ada tiga biji saja di
ponselku. Ya, kita memang jarang mengabadikan moment-moment tertentu
melalui foto. Bukan karena tak mau, mungkin karena kita begitu menikmati
suasana saat berdua sampai lupa dan melupakan untuk foto berdua.
Tenanglah, otakku sudah rapih mengabadikan moment-moment penting itu
dengan sempurna.
Jadi, masihkan aku hiasi mimpimu?
Kuharap iya, jika tidak, tak apa. Sebab mimpi hanya sementara, dan
terkesan mengada-ada. Kuharap kau tak hanya menemuiku lewat mimpi saja
ya? Oh ya, sudah kulempar rindu ke atas langit kosmu. Kuharap kamu
menerimanya. Itu rinduku. Meski kusam, tapi tak masam. Meski sering
bertemu, tapi selalu rindu.
Fisikku pergi meninggalkanmu. Namun kenangan ini tertinggal. Tak pernah jauh dari dirimu. Menanti perjumpaan yang indah.
Kita pernah berada di situasi yang tak
enak. Rasa emosi, amarah, cemburu, dancuk-i, dan berbagai perasaan yang
menjengkelkan. Waktu itu dunia benar-benar tak bersahabat. Kau merasakan
sakit yang luar biasa dari keegoisanku. Sedangkan aku dengan
brengseknya mendiamkan diri dari semua rasa sakit yang kau terima. Aku
terkesan lepas tangan atas kebodohan yang aku buat sendiri. Sampai
akhirnya, kisah kita menjadi sebuah kenangan yang tak pantas untuk
diletakkan dibarisan ingatan paling indah. Kita sama-sama mencoba untuk
menjauh. Membiarkan perasaan kita hanyut dan tenggelam bersama segala
bentuk keterasingan yang begitu merantai. Aku pergi, kau pergi; sejenak.
Beberapa waktu kemudian, kau datang
lagi, dan kau masih selalu sama dengan kau yang dulu: yang tak pernah
lelah mengulurkan tangan saat semua orang-orang dihidupku menjauh.
Senyummu masih bisa membiusku, tanganmu masih bisa membawaku ketempat
tertinggi, dan sepertinya, hanya kamu yang mengerti dan tahu bagaimana
caranya menyembuhkan luka menganga dari sebuah kehilangan. Dan benar,
tak pernah jauh darimu. Sampai kita bertemu lagi; perjumpaan yang indah.
Benamkan rindu di pelukanmu.
Seperti dulu. Tak ada jarak yang bisa membunuh rasa ini. Tak ada sedih
yang tak mampu untuk kau sembuhkan. Aku tak takut melewati semua ini.
Asal kau jadi tempat aku pulang.
Maka, kini aku menjadi semakin kuat,
semakin selektif, semakin tak bisa menampikmu. Kisah kita kembali
diputar oleh entah siapa. Kau milikku, dan tentu saja aku milikmu, utuh.
jarak hanya soal hitung-hitungan saja bagi kita. Jarak itu cemen,
kecil, sipil, gampil. Jarak tak bisa membunuh perasaan kita yang
terlanjur jadi ini. Jarak itu; cara kita belajar untuk saling percaya
tanpa harus mengekang.
Kamu tahu? Memelukmu adalah caraku
beristirahat dari segala macam hal yang memeningkan kepala. jadi
tetaplah wangi ya.. dan tentu saja, teruslah jadi tempat aku pulang. :)
Bertahanlah usah kau berpaling. Aku disini menjaga janji. Waktu berlalu terlalu lama. Tak sabar bersanding sebelahmu.
Beberapa orang membenci kita. Entah itu
mantamu, mantanku, atau orang-orang yang menganggap kisah kita terlalu
naïf untuk dijalankan. Mungkin memang benar, awal kisah kita memang
lahir dari sebuah ketaksanggupan menahan ego, namun jika perasaan yang
kita miliki ini indah, kata “salah” sepertinya tak berlaku dan tak
berarti apa-apa. Mungkin hanya perasaan yang tepat diwaktu yang salah
saja. Dan kini kita sudah menemukan waktu yang tepat, perasaan yang
sama-sama tepat juga. Jadi, bertahanlah jangan berpaling. Erat kugenggam janji; tak sabar bersanding disebelahmu.
0 Response to "Tempat Aku Pulang"
Post a Comment