Eksegesis Amos 8:1-14




saya akan mengemukakan beberapa dasar pertimbangan eksegetis sebelum menentukan makna kata saba‘ (bersumpah) dalam konteks Amos 8:7.
A.    Latar Historis
Meski berasal dari Kerajaan Selatan (Yehuda), namun Amos menjalankan pelayanannya di Kerajaan Utara (Israel). Ia bernubuat pada masa pemerintahan raja Yerobeam II di Kerajaan Utara dan raja Uzia atau yang disebut juga Azarya di Kerajaan Selatan (lih. 2Raj. 14:17-15:7; 2Taw. 26). Dari segi politik dan ekonomi, kedua raja ini mendatangkan kestabilan dan kemakmuran pada kerajaan mereka masing-masing. Batas-batas wilayah kekuasaan berhasil diperluas. Kedua kerajaan ini bahkan hidup berdampingan secara damai. Israel dan Yehuda sedang menikmati masa keemasan dalam bidang ekonomi dan politik.
Akan tetapi, masa keemasan ini rupanya juga sekaligus merupakan masa kebusukan. Pada masa pemerintahan kedua raja ini, baik di Israel maupun di Yehuda, terdapat kemerosotan moral dan sosial yang sangat mencolok. Nabi Amos (dan juga Yesaya) diutus Tuhan untuk menuding bahwa mereka telah “sarat dengan kesalahan” (Yes. 1:4) dan “ranum” untuk menerima hukuman (Am. 8:1-2; bnd. 3:9-15; Yes. 3:13-15; 5:8-30).
B.     Gambaran Isi
Isi Kitab Amos dapat dikatakan sarat dengan berita penghakiman. Tuhan murka atas Israel, karena kesusksesan mereka dalam bidang politik dan ekonomi, membuat mereka melalaikan Tuhan. Mereka hidup dalam penyimpangan-penyimpangan yang tidak dikenan Tuhan. Berikut adalah gambaran ringkas isi Kitab Amos:
1.      Pasal 1:1-2 >> Pendahuluan
2.      Pasal 1:1-2:16 >> Ucapan ilahi (orakel) melawan bangsa-bangsa: Damsyik, Gaza, Tirus, Edom, Amon, Moab, Yehuda, dan Israel
3.      Berkenaan dengan fokus pelayanan Amos, dapat dikaitkan lagi ke atas bahwa pasal 2:6-9:15 berhubungan dengan Israel. Berikut saya akan membuat ulasan ringkas mengenai isi bagian ini.
·         Pesan pertama, (2:6-16): Amos mencela Israel dan menubuatkan mengenai malapetaka nasional denga maksud mengingatkan mereka mengenai akibat-akibat dari ketidaktaatan mereka terhadap perjanjian (covenant);
·         Pesan kedua (3:1-6:14), Amos menyalahkan mereka atas perbuatan ketidakadilan sosial dan kemunafikan rohani;
·         Pesan ketiga (7:1-9:10), Amos menceritakan tentang lima penglihatan yang dialaminya. Semua penglihatan ini berhubungan dengan hukuman dan murka Allah atas Israel. Penglihatan-penglihatan ini menekankan mengenai kepastian kehancuran dan pembuangan Israel;
·         Pesan keempat (9:11-15), Amos mengakhiri pelayanannya di Israel dengan janji mengenai pemulihan dan berkat, yang dilakukan oleh Sang Mesias.
Hal penting yang dapat disimpulkan dari ulasan ringkas di atas adalah bahwa Amos 8:7 berada dalam konteks penglihatan-penglihatan (akan diulas lebih rinci di bawah) mengenai hukuman atas Israel.
C.    Amos8:1-14
Seperti yang telah disinggung di atas, Amos 7:1-9:4 berisi catatan mengenai lima penglihatan tentang hukuman atas Israel. Kelima penglihatan tersebut, adalah:
1.      Penglihatan pertama: hama belalang (7:1-3).
2.      Penglihatan kedua: api yang tidak terpadamkan (7:4-6)
3.      Penglihatan ketiga: Tali sipat (7:7-9).
4.      Penglihatan keempat: keranjang buah-buahan musim kemarau (8:1-14).
5.      Penglihatan kelima: kehancuran bait Allah (9:1-10)
Jadi Amos 8:1-14 adalah penglihatan keempat dari lima penglihatan Amos. Penglihatan keempat ini berisi kecaman Tuhan terhadap ketidakadilan yang dilakukan Israel terhadap orang-orang miskin (8:4-6). Dan nubuat yang berisi kepastian hukuman yang akan menimpa Israel (8:2-3, 7-14).
Amos 8:7
Amos 8:7, dalam terjemahan LAI-ITB, berbunyi demikian: “TUHAN telah bersumpah demi kebanggaan Yakub: “Bahwasanya Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuatan mereka!”. Terjemahan ini memang menimbulkan kesan bahwa TUHAN bersumpah demi atau atas nama “kebanggaan Yakub”.
Tetapi, dari ulasan konteks di atas, sebenarnya terjemahan LAI-ITB memberi kesan yang tidak tepat. Kata Ibrani: saba‘  secara literal bukan hanya berarti “bersumpah”, melainkan juga “menyerapahi” atau “mengutuki” atau “mengumpati”. Untuk menentukan arti mana yang akan digunakan, kita harus ingat akan prinsip studi leksikal dalam eksegesis Alkitab, yaitu bahwa arti kata selalu harus ditempatkan atau disesuaikan dengan konteksnya. Dan dalam konteks seperti yang sudah diulas di atas, kata saba‘  lebih cocok dimengerti dalam arti “menyerapahi” atau “mengutuk”. Dan terjemahan berbahasa Inggris yang tepat menangkap maksud ini adalah: “The Lord hath sworn against the pride of Jacob: surely I will never forget all their works” (DRA; perhatikan penekanan pada kata against dalam terjemahan ini). Maksud ini juga terdapat dalam terjemahan LXX yang berbunyi: ὀμνύει κύριος καθ᾽ ὑπερηφανίας Ιακωβ εἰ ἐπιλησθήσεται εἰς νεῖκος πάντα τὰ ἔργα ὑμῶν. Perhatikan bahwa dalam tata bahasa Yunani, preposisi kata + kata benda genetif, maka preposisi kata itu harus diterjemahkan “against”.
Dengan kata lain, kata saba‘ dalam Amos 8:7 bisa saja diterjemahkan “bersumpah”, namun kata depan (preposisi) bedalam rangkaian bige’on, mestinya diterjemahkan “against the pride”, bukan “demi kebanggaan”.
D.    Kesimpulan
Berdasarkan ulasan di atas, Amos 8:7 tidak berarti bahwa TUHAN bersumpah demi atauatas nama sesuatu yang lebih rendah dari Diri-Nya (kebanggaan Israel). Maksud dari ayat ini adalah Tuhan bersumpah melawan kebanggaan Israel. Tuhan menyerapahi kebanggaan Israel. Tuhan mengutuk kebanggaan Israel, yakni kemapanan ekonomi dan politisnya yang membuat mereka lupa diri.
Jadi, Amos 8:7 tidak dapat dipakai untuk menuduh TUHAN dalam Alkitab bersumpahdemi sesuatu yang lebih rendah dari Diri-Nya.
Referensi:
1.      Page H. Kelley, Biblical Hebrew: An Introductory Grammar (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1992).
2.      Deky H. Y. Nggadas, Bahasa Yunani: Ikhtisar Historis, Elemen-elemen Dasar, dan Fungsi Gramatikalnya (Jakarta: SETIA, 2008).
3.      Tremper Longman III & Raymond B. Dillard, An Introduction to the Old Testament(Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2006).
4.      W.S. Lasor, dkk, Pengatar Perjanjian Lama 2: Sastra dan Nubuat, terj. Lisda Tirtapraja Gamadhi & Lily W. Tjiputra (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000)
5.      Leon J. Wood, Nabi-nabi Israel, terj. Fransiska Lestari Ilham (Malang: Gandum Mas, 2005).
6.      Andrew E. Hill & John H. Walton, Survei Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 1996).
7.      Ian Provan, V. Philips Long, & Tremper Longman III, A Biblical History of Israel(Louisville/London: Westminster/John Knox Press, 2003).

“…ἀκούοντες μὲν τῆς φωνῆς…” (Kis. 9:7)
“…τὴν δὲ φωνὴν οὐκ ἤκουσαν..” (Kis. 22:9)
Kisah 9:7 menyatakan bahwa pada saat Paulus mengalami pengalaman dekat Damsyik, orang-orang yang bersama dia “mendengar suara”. Peristiwa yang sama, ketika dikisahkan kembali oleh Paulus dalam Kisah 22:9, ia menyatakan bahwa mereka yang bersama dia “tidak mendengar suara”. Tidak heran, kedua ayat di atas, oleh beberapa orang, dianggap berkontradiksi.
Solusi dari Gleason L. Archer, Jr.
Anggapan mengenai kontradiksi di atas, dibahas oleh Archer, dalam bukunya yang membahas hampir semua kesulitan-kesulitan yang ada dalam Alkitab.[1] Saya tahu bahwa solusi yang dikemukakan Archer ini pada umumnya dianut juga oleh orang-orang Kristen. Namun saya tidak perlu menyebutkan semua yang menganut solusi ini. Saya membaca buku Archer, dan saya perlu memberikan evaluasi terhadap solusinya.
Menurut Archer, kedua ayat tersebut tidak berkontradiksi. Alasannya,
“Bahasa Yunani membedakan antara mendengar suara yang bising [dalam hal ini kata kerja ‘mendengar’ menggunakan kasus genetif] dan mendengar suara yang mengandung pesan yang bisa dimengerti [dalam hal ini menggunakan kasus akusatif]”.
Ada dua yang bisa dicatat dari solusi Archer, yaitu: Pertama, Kisah 9:7 berarti mendengar suara bising, namun suara itu lebih menyerupai sebuah kebisingan; Kisah 22:9 berarti mereka tidak mendengar suara yang mengandung pesan yang bisa dimengerti. Kedua, kita bisa mengetahui perbedaan ini berdasarkan konstruksi gramatikalnya, yaitu penggunaan akouo + genetif (Kis. 9:7) dan akouo + akusatif (Kis. 22:9). Jadi basis untuk mengetahui perbedaan ini adalah adanya penggunaan kasus kata “bunyi” (Yun. fone) yang berbeda. Terjemahan NIV tampaknya mengikuti solusi ini dengan menggunakan terjemahan yang berbeda untuk “bunyi” dalam kedua ayat ini (“sound” – Kis. 9:7; “voice” – Kis. 22:9).
Evaluasi
Saya memperhatikan bahwa umumnya solusi di atas diterima oleh banyak orang Kristen, karena mereka tidak cukup teliti atau bahkan tidak pernah memeriksa PB di dalam bahasa Yunaninya untuk memastikan kebenaran solusi tersebut. Kita harus ingat satu hal, solusi berbasis perbedaan makna berdasarkan perbedaan kasus kata benda ini akan solid bila kita mendapati bahwa PB menggunakan akouo + akusatif dan akouo + genetif secara konsisten dalam pengertian di atas.
Saya menyebut solusi ini “solusi gramatikal”.
Namun, solusi ini akan sangat mudah digugurkan bila terdapat satu kasus saja di manaakouo + akusatif atau akouo + genetif yang tidak digunakan dalam pengertian seperti yang dikemukakan Archer di atas. Konkretnya: Apakah akouo + genetif selalu berarti “suara yang tidak mengandung pesan yang bisa dimengerti”? Dan apakah akouo + akusatif selalu berarti “suara yang mengandung pesan yang bisa dimengerti”?
Sayangnya, pertanyaan di atas harus dijawab tidak! PB dalam bahasa Yunaninya menghadirkan banyak contoh yang “membubarkan” perbedaan mutlak antara akouo + akusatif atau akouo + genetif sebagaimana yang diasumsikan dan terekspresi dalam solusi Archer di atas.
Dalam beberapa bagian, akouo + akusatif digunakan dalam pengertian “mendengar suara yang mengandung pesan yang bisa dimengerti” [Mat. 13:19; Mrk. 13:7/Mat. 24:6/Luk. 21:9; Kis. 5:24; 1Kor. 11:18; Ef. 3:2; Kol. 1:4; Flm. 5; Yak. 5:11; Why. 14:2].  Sedangkan akouo + genetif juga digunakan dalam pengertian “mendengar suara yang tidak mengandung pesan yang bisa dimengerti” [Mat. 2:9; Yoh. 5:25; 18:37; Kis. 3:23; 11:7; Why. 3:20; 6:3, 5; 8:13; 11:12; 14:13; 16:1, 5, 7; 21:3].
Apakah solusi Archer harus ditinggalkan sama sekali? Tidak seluruhnya! Asumsi bahwa perbedaan arti antara akouo + akusatif dan akouo + genetif semata-mata berdasarkan perbedaan kasus kata bendanya, memang fallacious! Ada banyak contoh, sebagaimana yang dicantumkan di atas, yang melawan asumsi tersebut.
Lalu, bagaimana?
Solusi Gramatikal + Konteks
Penjelasan Archer mengandung kebenaran. Faktanya, memang ada perbedaan kasus kata benda di antara kedua ayat ini. Dan sebagaimana yang dikemukakan Archer, ada contoh-contoh di mana perbedaan penggunaan kasus kata benda ini mendukung maksud Archer [kesalahan Archer adalah mengasumsikan bahwa harus selalu demikian].
Tetapi, penentuan perbedaan arti ini bukan terletak atas perbedaan kasus kata benda fone[“buny”], melainkan konteks naratifnya. Dan konteks naratif yang harus menjadi basis pemahaman akan kedua ayat ini adalah Kisah 9 karena ini adalah konteks di mana peristiwa itu terjadi, sementara Kisah 22 merupakan pengisahan kembali dari peristiwa yang dikisahkan dalam Kisah 9.
Jelas dalam Kisah 9:7, dikatakan bahwa orang-orang yang bersama Paulus mendengar bunyi yang tidak mengandung pesan yang bisa dimengerti, kecuali Paulus. Jadi, bila dikemudian hari Paulus menyatakan bahwa mereka yang bersama dia tidak mendengar suara itu, pernyataan ini harus dimengerti dalam pengertian bahwa suara yang terdengar itu hanya dimengerti oleh Paulus pada waktu itu. Mereka tidak mendengar suara yangdimengerti oleh Paulus.
Tidak ada kontradiksi!

[1] Gleason L. Archer, Jr., Encyclopedia of Biblical Difficulties (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 1982), 382.

                                                   

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Eksegesis Amos 8:1-14"

Post a Comment