Kitab Kidung Agung
Kitab Kidung Agung
* Kidung Agung 1:1
LAI TB, Kidung agung dari Salomo.
KJV, The song of songs, which is Solomon's.
Hebrew,
שִׁיר הַשִּׁירִים אֲשֶׁר לִשְׁלֹמֹה׃
Translit, SHIR {kidung} HASHIRIM {kidung (agung)} 'ASHER {yang} LISHELOMOH {dari salomo}
Catatan : Kata Ibrani שִׁיר - SHIR, song, lyric song, religious song, ode.
LAI TB, Kidung agung dari Salomo.
KJV, The song of songs, which is Solomon's.
Hebrew,
שִׁיר הַשִּׁירִים אֲשֶׁר לִשְׁלֹמֹה׃
Translit, SHIR {kidung} HASHIRIM {kidung (agung)} 'ASHER {yang} LISHELOMOH {dari salomo}
Catatan : Kata Ibrani שִׁיר - SHIR, song, lyric song, religious song, ode.
Kidung Agung, 'Song of Songs' (Ibrani: שִׁיר הַשִּׁירִים - SHIR HASHIRIM, Kid 1:1) ialah superlatif, yang mengartikan 'nyanyian yg paling baik'. LXX: ΑΣΜΑ ΑΣΜΑΤΩΝ - ASMA ASMATÔN dan Vulgata: Canticum Canticorum (dari sinilah judul pilihan lain 'Canticles') ialah terjemahan harfiah dari bahasa Ibrani.
Kitab ini dalam naskah Ibrani termasuk yang pertama dari lima kitab yang dimasukkan Megiloth (tulisan suci) yang biasanya dibacakan kelima-limanya pada hari-hari raya Yahudi:
1. Kitab Kidung Agung
waktu Paskah;
2. Kitab Rut waktu Pentakosta;
3. Kitab Pengkotbah = Tabernakel (pondok Daun);
4. Kitab Esther waktu Hari Raya Purim;
5. Kitab Ratapan waktu peringatan pemusnahan Yerusalem thn 586.
2. Kitab Rut waktu Pentakosta;
3. Kitab Pengkotbah = Tabernakel (pondok Daun);
4. Kitab Esther waktu Hari Raya Purim;
5. Kitab Ratapan waktu peringatan pemusnahan Yerusalem thn 586.
Kitab Kidung agung dibaca pada hari Raya Paskah. Kidung Agung adalah kitab puisi dalam Kitab-Kitab Ibrani yang mengisahkan cinta yang tak tergoyahkan dari Sulamit/ gadis Sulam (seorang gadis desa dari Syunem, atau Syulem) bagi seorang gembala dan upaya Raja Salomo yang tak berhasil untuk memenangkan cintanya. Kata-kata pembukaan teks Ibraninya menyebut puisi ini sebagai: raja Salomo. Menurut naskah Ibrani kata demi kata, ini adalah שִׁיר הַשִּׁירִים - SHIR HASHIRIM "nyanyian segala nyanyian", yaitu "kidung paling agung", nyanyian yang paling indah dan paling baik. Buku ini bukan berisi koleksi nyanyian, melainkan satu nyanyian saja.
Pada bagian permulaan Salomo diidentifikasi sebagai penulisnya (Kidung 1:1). Bukti internal menunjukkan hal itu, karena dinyatakan bahwa penulisnya adalah seseorang yang mengenal karya ciptaan Allah, seperti halnya Salomo (1 Raja 4:29-33). Tanaman, binatang, batu-batu berharga, dan barang-barang logam berulang kali digunakan sebagai gambaran yang hidup dalam buku ini (Kidung 1:12-14, 17; 2:1, 3, 7, 9, 12-15; 4:8, 13, 14; 5:11-15; 7:2, 3, 7, 8, 11-13). Penulisnya, sebagaimana dapat diharapkan dari seorang raja seperti Salomo, sangat mengenal negeri tempat tinggal orang Israel, dataran pesisirnya; lembah-lembahnya (2:1); barisan Peg. Lebanon, Hermon, Anti-Lebanon, dan Karmel (4:8; 7:5); kebun-kebun anggur En-gedi (1:14); dan ”kolam di Hesbon, dekat gerbang Bat-rabim” (7:4).
Ada pendapat bahwa kitab puisi ini disusun sewaktu Salomo memiliki 60 ratu dan 80 gundik (Kidung 6:8). Hal ini menunjuk kepada bagian yang lebih awal dari 40 tahun masa pemerintahannya (1037-998 SM), karena belakangan Salomo memiliki 700 istri dan 300 gundik (1 Raja 11:3).
I. Kanonitasnya
Pernyataan kasih
sayang yang terdapat dalam Kidung Agung bisa jadi kedengaran sangat aneh bagi
para pembaca. Namun, hendaknya diingat bahwa nyanyian ini berlatar belakang
negeri Timur sekitar 3.000 tahun yang lalu.
Misyna (Yadaim Kid 3:5) agaknya mengisyaratkan bahwa Kitab Kidung diterima bukan tanpa perbantahan. Sesudah keputusan yang meneguhkan dari rabi Yudah dan pendapat negatif dari rabi Yose, maka rabbi Akiva meneguhkan kanonitas Kitab Kidung dalam bobot superlatif: 'seluruh dunia ini tidak layak bagi hari saatnya Kitab Kidung Agung diberikan kepada orang Israel; semua tulisan alkitabiah adalah suci, dan Kidung Agung adalah yg tersuci dari yg suci'. Bahwa dia keras menolak bantahan terhadap Kitab Kidung Agung bisa merupakan bukti bahwa bantahan itu ada.
Penolakan atas Kitab Kidung Agung masuk kitab kanon pasti bersumber pada sifat erotiknya. Keberatan ini diimbangi oleh pendapat tradisional, bahwa penulisnya ialah Salomo, dan oleh tafsiran alegori yg diberikan para rabi dan gereja Kristen, yg mengangkat syair-syair itu mengatasi nafsu syahwat, dengan memberinya arti rohani.
Ada kritik yang ditujukan pada kitab ini yang isinya terlalu berterus terang tentang pengungkapan cinta birahi antar pria dan wanita. Kalau kita perhatikan dengan benar-benar isi Kitab Suci, memang isinya sering bercerita secara terus terang mengenai keadaan manusia, tidak dibuat-buat atau direkayasa dan dari keadaan manusiawi demikian itulah diberitakan Kebenaran Allah kepada umat manusia!
Kalau isi kitab Kidung Agung benar-benar dicamkan, maka dari bentuk kata-kata puitis dan romantis ini terungkapkan arti kesetiaan dan hubungan Kasih antar suami isteri yang bernilai tinggi untuk direnungkan! Dibalik itu, ada pula yang menafsirkan isi Kidung Agung sebagai bayangan kesetiaan antara Kristus dan jemaat sebagai mempelai wanitanya).
Misyna (Yadaim Kid 3:5) agaknya mengisyaratkan bahwa Kitab Kidung diterima bukan tanpa perbantahan. Sesudah keputusan yang meneguhkan dari rabi Yudah dan pendapat negatif dari rabi Yose, maka rabbi Akiva meneguhkan kanonitas Kitab Kidung dalam bobot superlatif: 'seluruh dunia ini tidak layak bagi hari saatnya Kitab Kidung Agung diberikan kepada orang Israel; semua tulisan alkitabiah adalah suci, dan Kidung Agung adalah yg tersuci dari yg suci'. Bahwa dia keras menolak bantahan terhadap Kitab Kidung Agung bisa merupakan bukti bahwa bantahan itu ada.
Penolakan atas Kitab Kidung Agung masuk kitab kanon pasti bersumber pada sifat erotiknya. Keberatan ini diimbangi oleh pendapat tradisional, bahwa penulisnya ialah Salomo, dan oleh tafsiran alegori yg diberikan para rabi dan gereja Kristen, yg mengangkat syair-syair itu mengatasi nafsu syahwat, dengan memberinya arti rohani.
Ada kritik yang ditujukan pada kitab ini yang isinya terlalu berterus terang tentang pengungkapan cinta birahi antar pria dan wanita. Kalau kita perhatikan dengan benar-benar isi Kitab Suci, memang isinya sering bercerita secara terus terang mengenai keadaan manusia, tidak dibuat-buat atau direkayasa dan dari keadaan manusiawi demikian itulah diberitakan Kebenaran Allah kepada umat manusia!
Kalau isi kitab Kidung Agung benar-benar dicamkan, maka dari bentuk kata-kata puitis dan romantis ini terungkapkan arti kesetiaan dan hubungan Kasih antar suami isteri yang bernilai tinggi untuk direnungkan! Dibalik itu, ada pula yang menafsirkan isi Kidung Agung sebagai bayangan kesetiaan antara Kristus dan jemaat sebagai mempelai wanitanya).
II. Penulis dan tarikh
Tradisi yg mengatakan
bahwa Kitab Kidung Agung adalah karya Salomo, didasarkan
pada ayat-ayat yg menunjuk kepadanya (Kidung 1:5; 3:7, 9; 8:11), terutama ay yg
sekaligus adalah judulnya (Kidung 1:1). Ungkapan לִשְׁלֹמֹה -
LISHELOMOH barangkali
mengacu kepada penulisnya, tapi bisa juga berarti 'bagi Salomo'.
Kemampuan Salomo menulis
nyanyian disaksikan dalam 1 Raja 4:32 (bnd Mazmmur 72; 127). Pendapat yang
dikemukakan dalam Baba Bathra 15a, bahwa Hizkia dan penulis-penulisnyalah yang
menulis Kidung Agung mungkin berdasarkan Amsal 25:1.
Hadirnya beberapa kata pinjaman seperti dari bahasa Persia: פַּרְדֵּס - PARDES, 'kebun pohon-pohon', Kidung 4:13), dari bahasa Yunani: אַפִּרְיוֹן - 'APIR'YON dari phoreion, 'tandu', Kidung 3:9), pemakaian ShIR yang konsekuen (terkecuali 1:1) sebagai kata ganti, serta banyak kata dan ungkapan yang berciri bahasa Aram (lih S. R Driver, Literature of the Old Testament, hlm 448), semuanya itu bagi beberapa ahli mengartikan bahwa penyusunan final kitab ini -- jika tidak penulisannya -- terjadi sesudah zaman Salomo. Tapi tidak perlu tarikh penyusunannya ditetapkan pada zaman Yunani (kr 300 sM), mengingat bukti-bukti hubungan Kanaan dengan Ionia sejak zaman Salomo dan seterusnya. S. R Driver mencatat (hlm 449) bahwa bukti linguistik, bersama banyak data geografis (ump Saron, 2:1; Libanon, 3:9; 4:8, 11, 15 dst; Amana, Senir, Hermon, 4:8; Tirza, 6:4; Damsyik, 7:4; Karmel, 7:5), menunjuk asalnya dari sebelah utara. Tapi penulis tahu juga geografi Palestina dan Siria mulai dari En-Gedi, di Laut Mati (1:14), sampai gunung-gunung Libanon.
Hadirnya beberapa kata pinjaman seperti dari bahasa Persia: פַּרְדֵּס - PARDES, 'kebun pohon-pohon', Kidung 4:13), dari bahasa Yunani: אַפִּרְיוֹן - 'APIR'YON dari phoreion, 'tandu', Kidung 3:9), pemakaian ShIR yang konsekuen (terkecuali 1:1) sebagai kata ganti, serta banyak kata dan ungkapan yang berciri bahasa Aram (lih S. R Driver, Literature of the Old Testament, hlm 448), semuanya itu bagi beberapa ahli mengartikan bahwa penyusunan final kitab ini -- jika tidak penulisannya -- terjadi sesudah zaman Salomo. Tapi tidak perlu tarikh penyusunannya ditetapkan pada zaman Yunani (kr 300 sM), mengingat bukti-bukti hubungan Kanaan dengan Ionia sejak zaman Salomo dan seterusnya. S. R Driver mencatat (hlm 449) bahwa bukti linguistik, bersama banyak data geografis (ump Saron, 2:1; Libanon, 3:9; 4:8, 11, 15 dst; Amana, Senir, Hermon, 4:8; Tirza, 6:4; Damsyik, 7:4; Karmel, 7:5), menunjuk asalnya dari sebelah utara. Tapi penulis tahu juga geografi Palestina dan Siria mulai dari En-Gedi, di Laut Mati (1:14), sampai gunung-gunung Libanon.
III. Ciri-ciri sastranya
Kitab ini adalah "Nyanyian
Pernikahan" yang terbaik yang pernah digubah. Dalam Kitab
ini, Salomo mengungkapkan
rasa kasmarannya kepada gadis Sulam/ Sulamit yang
dilukiskan sebagai gadis biasa dari pedesaan, menarik dan jelita. Perasan Salomo terpikat
secara mendalam dengan gadis ini sebagaimana biasanya orang terpikat kepada
kekasih dan pengantin pertamanya.
Banyaknya percakapan pribadi dalam Kitab Kidung mempunyai dua bentuk utama yaitu: dialog (misalnya 1:9 dab) dan senandika -- solilokui -- percakapan sendiri dengan diri sendiri (misalnya Kidung 2:8; 3:5). Sukar menentukan siapa teman bicara si pembicara kecuali dalam percakapan dua kekasih. Putri-putri Yerusalem disebut (Kidung 1:5; 2:7; 3:5 dab), dan jawab-jawab ringkas disajikan dalam Kidung 1:8; 5:9; 6:1 dab, mungkin dari putri-putri itu. Pernyataan-pernyataan disebut diucapkan oleh penduduk Yerusalem (Kidung 3:6-11) dan Gadis Sulam (Kidung 8:5). Dalam lirik syair yg khas kiasan, besar kemungkinannya tokoh-tokoh utama mengulangi jawab orang lain (ump gadis Sulam agaknya mengutip kakak adiknya laki-laki dlm Kidung 8:8-9).
Kekuatan syair ini terletak pada kehangatan cinta kasih dan penyerahan diri, dan terutama dalam kekayaan lukisan yg menggambarkan tokoh yg saling cinta dan cinta kasih mereka. Jika sajian Kitab Kidung terlalu mesra dan rinci menurut norma Indonesia, baiklah diingat bahwa sajian itu adalah hasil karya dari zaman yg begitu jauh. Jika beberapa tamsilnya hanya sedikit bersifat sanjungan (ump gigi bagaikan kawanan domba, lehermu seperti menara Daud, Kidung 4:2 dab), komentar A. B Bentzen di sini agak tepat, 'Mata orang Timur Dekat tertuju hanya kepada satu titik saja, yg menurut pikiran kita barangkali bukanlah ciri yg sesungguhnya' (Introduction to the Old Testament 1, hlm 130). Pendapat L Waterman, bahwa kata-kata sanjungan itu bersifat sindiran buruk (JBL, 44, 1925, hlm 179 dab) tidak didukung oleh para ahli. Bahasa penggembalaan yg dipakai tetap mendapat perhatian. Syair dalam kitab Kidung Agung penuh singgungan tentang binatang dan terutama tumbuh-tumbuhan.
Tokoh-tokohnya.
Banyaknya percakapan pribadi dalam Kitab Kidung mempunyai dua bentuk utama yaitu: dialog (misalnya 1:9 dab) dan senandika -- solilokui -- percakapan sendiri dengan diri sendiri (misalnya Kidung 2:8; 3:5). Sukar menentukan siapa teman bicara si pembicara kecuali dalam percakapan dua kekasih. Putri-putri Yerusalem disebut (Kidung 1:5; 2:7; 3:5 dab), dan jawab-jawab ringkas disajikan dalam Kidung 1:8; 5:9; 6:1 dab, mungkin dari putri-putri itu. Pernyataan-pernyataan disebut diucapkan oleh penduduk Yerusalem (Kidung 3:6-11) dan Gadis Sulam (Kidung 8:5). Dalam lirik syair yg khas kiasan, besar kemungkinannya tokoh-tokoh utama mengulangi jawab orang lain (ump gadis Sulam agaknya mengutip kakak adiknya laki-laki dlm Kidung 8:8-9).
Kekuatan syair ini terletak pada kehangatan cinta kasih dan penyerahan diri, dan terutama dalam kekayaan lukisan yg menggambarkan tokoh yg saling cinta dan cinta kasih mereka. Jika sajian Kitab Kidung terlalu mesra dan rinci menurut norma Indonesia, baiklah diingat bahwa sajian itu adalah hasil karya dari zaman yg begitu jauh. Jika beberapa tamsilnya hanya sedikit bersifat sanjungan (ump gigi bagaikan kawanan domba, lehermu seperti menara Daud, Kidung 4:2 dab), komentar A. B Bentzen di sini agak tepat, 'Mata orang Timur Dekat tertuju hanya kepada satu titik saja, yg menurut pikiran kita barangkali bukanlah ciri yg sesungguhnya' (Introduction to the Old Testament 1, hlm 130). Pendapat L Waterman, bahwa kata-kata sanjungan itu bersifat sindiran buruk (JBL, 44, 1925, hlm 179 dab) tidak didukung oleh para ahli. Bahasa penggembalaan yg dipakai tetap mendapat perhatian. Syair dalam kitab Kidung Agung penuh singgungan tentang binatang dan terutama tumbuh-tumbuhan.
Tokoh-tokohnya.
Tokoh utama dalam Kidung Agung adalah Gadis Sulam/ Sulamit.
Orang-orang lain yang disebutkan dalam puisi ini adalah kekasihnya, sang
gembala (Kidung 1:7), dan ibu serta saudara-saudara lelakinya (1:6; 8:2), Raja Salomo(3:11),
"putri-putri Yerusalem" (para wanita di istana Salomo), dan
"putri-putri Zion" (para wanita yang tinggal di Yerusalem) (3:5, 11).
Tokoh-tokoh tersebut dapat dikenali dari apa yang mereka katakan mengenai diri
mereka atau dari apa yang dikatakan kepada mereka. Dalam teks Ibrani, gender
(maskulin atau feminin) serta jumlah (tunggal atau jamak) sering kali dapat
dikenali dari bentuk tata bahasanya, sehingga memudahkan untuk mengidentifikasi
tokoh-tokohnya. Untuk membuat pembedaan ini jelas dalam bahasa Indonesia,
sering kali perlu ditambahkan kata-kata penjelasan agar makna aslinya dapat
disampaikan selengkapnya.
* Kidung 1:5
LAI TB, Memang hitam aku, tetapi cantik, hai puteri-puteri Yerusalem, seperti kemah orang Kedar, seperti tirai-tirai orang Salma.
KJV, I am black, but comely, O ye daughters of Jerusalem, as the tents of Kedar, as the curtains of Solomon.
Hebrew,
שְׁחֹורָה אֲנִי וְֽנָאוָה בְּנֹות יְרוּשָׁלִָם כְּאָהֳלֵי קֵדָר כִּירִיעֹות שְׁלֹמֹֽה׃
Translit interlinear, SHEKHORAH {hitam} 'ANI {aku} VENAVAH {tetapi cantik, Adjective Fem. Sing. Absolute}BENOT {hal puteri2} YEROUSHALAM {yerusalem} KE'OHOLEY {seperti kemah2 dari} QEDAR {kedar} KIRI'OT {seperti tirai2} SHELOMOH {salomo}
LAI TB, Memang hitam aku, tetapi cantik, hai puteri-puteri Yerusalem, seperti kemah orang Kedar, seperti tirai-tirai orang Salma.
KJV, I am black, but comely, O ye daughters of Jerusalem, as the tents of Kedar, as the curtains of Solomon.
Hebrew,
שְׁחֹורָה אֲנִי וְֽנָאוָה בְּנֹות יְרוּשָׁלִָם כְּאָהֳלֵי קֵדָר כִּירִיעֹות שְׁלֹמֹֽה׃
Translit interlinear, SHEKHORAH {hitam} 'ANI {aku} VENAVAH {tetapi cantik, Adjective Fem. Sing. Absolute}BENOT {hal puteri2} YEROUSHALAM {yerusalem} KE'OHOLEY {seperti kemah2 dari} QEDAR {kedar} KIRI'OT {seperti tirai2} SHELOMOH {salomo}
Alur Ceritanya.
gadis Sulam/ Sulamit menjumpai
sang gembala di tempat kelahirannya (Kidung 8:5b). Karena mengkhawatirkan
kemurnian adik mereka, saudara-saudara lelaki gadis Sulam berupaya
melindunginya terhadap godaan. Oleh karena itu, sewaktu si gadis ingin menerima
undangan kekasihnya untuk ikut bersamanya melihat keindahan awal musim semi
(Kidung 2:8-14), mereka memarahinya dan, dengan memanfaatkan kebutuhan musiman
pada waktu itu, mereka menugasinya untuk menjaga kebun anggur terhadap serbuan
rubah-rubah kecil (Kidung 1:6; 2:15). Karena terkena sinar matahari, kulit
si gadis Sulam menjadi
hitam (Kidung 1:5, 6).
Belakangan, dalam perjalanan ke kebun pohon-pohon kacang, tanpa disengaja si gadis sampai di perkemahan Salomo. Raja Salomo (Kidung 6:11, 12). Di sana, mungkin ia terlihat oleh sang raja atau diperhatikan orang lain lalu direkomendasikan kepada sang raja, kemudian gadis Sulam itu dibawa ke perkemahan Salomo. Raja Salomomenyatakan perasaan kagumnya, tetapi si gadis tidak tertarik dan mengutarakan kerinduannya kepada sang gembala, kekasihnya (Kidung 1:2-4, 7). Maka "putri-putri Yerusalem" menyarankan agar ia meninggalkan perkemahan dan mencari kekasihnya (1:8). Namun, Salomo tidak merelakan ia pergi dan mulai memuji-muji kecantikannya, berjanji akan membuat baginya perhiasan-perhiasan emas berbentuk lingkaran dan kancing-kancing perak (Kidung 1:9-11). Gadis Sulam kemudian mengatakan kepada sang raja bahwa cintanya ditujukan kepada orang lain (Kidung 1:12-14).
Setelah itu, sang gembala datang ke perkemahan Salomo dan kekasih Gadis Sulam itu menyatakan kasih sayangnya kepada si gadis. Si gadis juga meyakinkan sang gembala akan cintanya (Kidung 1:15–2:2). Sewaktu berbicara kepada "putri-putri Yerusalem", si Gadis Sulam membandingkan kekasihnya dengan pohon buah di antara pohon-pohon di hutan dan dengan sungguh-sungguh menyuruh mereka bersumpah demi apa yang indah dan anggun agar tidak berupaya membangkitkan cinta yang tidak ia inginkan dalam dirinya (Kidung 2:3-7). Senantiasa, bahkan selama jam-jam malam, ia tetap merindukan kekasihnya, sang gembala, dan ia mengingatkan "putri-putri Yerusalem" bahwa mereka berada di bawah sumpah untuk tidak berupaya membangunkan cinta dalam dirinya sebelum dikehendakinya (Kidung 2:16–3:5).
Sewaktu kembali ke Yerusalem, Salomo membawa serta si Gadis Sulam Beberapa putri Sion mengomentari arak-arakan sang raja ketika melihat arak-arakan itu mendekati kota (Kidung 3:6-11). Di Yerusalem, sang gembala, kekasihnya, yang mengikuti arak-arakan tersebut, menjumpai si gadis Sulam dan memuji kecantikannya, dengan demikian meyakinkan si gadis akan cintanya (Kidung 4:1-5). Si Gadis Sulam menyuarakan keinginannya untuk meninggalkan kota (Kidung 4:6), dan sang gembala terus menyatakan kekaguman terhadapnya (Kidung 4:7-16a). "Semoga kekasihku datang ke kebunnya dan makan buah-buahnya yang lezat" kata si gadis (Kidung 4:16b). Sang gembala menanggapi undangan ini dengan berkata, "Aku datang ke kebunku, dinda, pengantinku" (Kidung 5:1a). Para wanita Yerusalem menganjurkan mereka, dengan mengatakan, "Makanlah, teman-teman, minumlah, minumlah sampai mabuk cinta!" (Kidung 5:1b).
Sewaktu si gadis Sulam, setelah mendapat mimpi buruk, menceritakan mimpi itu kepada "putri-putri Yerusalem" dan memberi tahu mereka bahwa ia mabuk kepayang (Kidung 5:2-8), mereka ingin mengetahui apa keistimewaan kekasihnya. Sebagai tanggapan si gadis Sulam] menggambarkan kekasihnya dengan kata-kata pujian (Kidung 5:10-16). Sewaktu mereka bertanya di mana sang gembala berada, ia memberi tahu mereka bahwa ia sedang menggembalakan domba di antara kebun-kebun (Kidung 6:1-3). Sekali lagi Salomo menghampiri si gadis Sulamdengan pernyataan-pernyataan pujian (Kidung 6:4-10). Ketika si gadis mengatakan bahwa ia datang bukan untuk menjumpai Salomo (Kidung 6:11, 12), sang raja memohonnya untuk kembali (Kidung 6:13a) Hal itu mendorongnya untuk bertanya, "Mengapa kamu senang melihat gadis Sulam itu?" (6:13b) Salomo menggunakan kesempatan itu sebagai peluang untuk sekali lagi menyatakan kekaguman terhadapnya (Kidung 7:1-9). Namun, si gadis Sulamtetap tidak berubah dalam cintanya dan meminta "putri-putri Yerusalem" agar tidak membangunkan cinta dalam dirinya apabila cinta itu tidak muncul sewajarnya (Kidung 7:10 – 8:4).
Tampaknya Salomo kemudian mengizinkan gadis Sulam itu pulang ke rumahnya. Sewaktu melihat ia datang, saudara-saudara lelakinya bertanya, "Siapakah dia yang muncul dari padang gurun, yang bersandar pada kekasihnya?" (Kidung 8:5a). Saudara-saudara lelaki gadis Sulam itu tidak menyadari bahwa adik mereka demikian teguh dalam cintanya. Bertahun-tahun sebelumnya, seorang saudaranya mengatakan mengenai dia, "Kami mempunyai seorang adik perempuan, yang belum mempunyai buah dada. Apakah yang akan kami perbuat dengan adik perempuan kami pada hari ia dipinang?" (Kidung 8:8). Saudaranya yang lain menjawab, "Bila ia tembok, akan kami dirikan atap perak di atasnya; bila ia pintu, akan kami palangi dia dengan palang kayu aras"(Kidung 8:9). Namun, karena si gadis Sulam berhasil menolak semua bujukan, merasa puas dengan kebun anggurnya sendiri dan tetap loyal dalam kasih sayang terhadap kekasihnya (Kidung 8:6, 7, 11, 12), ia dapat mengatakan dengan tepat, "Aku adalah suatu tembok dan buah dadaku bagaikan menara. Dalam matanya ketika itu aku bagaikan orang yang telah mendapat kebahagiaan" (Kidung 8:10). Nyanyian ini berakhir dengan pernyataan tentang keinginan sang gembala, kekasihnya, untuk mendengar suaranya (Kidung 8:13), dan pernyataan tentang keinginan si gadis agar kekasihnya datang sambil melompat-lompat, menyeberangi gunung-gunung yang memisahkan mereka (Kidung 8:14).
Belakangan, dalam perjalanan ke kebun pohon-pohon kacang, tanpa disengaja si gadis sampai di perkemahan Salomo. Raja Salomo (Kidung 6:11, 12). Di sana, mungkin ia terlihat oleh sang raja atau diperhatikan orang lain lalu direkomendasikan kepada sang raja, kemudian gadis Sulam itu dibawa ke perkemahan Salomo. Raja Salomomenyatakan perasaan kagumnya, tetapi si gadis tidak tertarik dan mengutarakan kerinduannya kepada sang gembala, kekasihnya (Kidung 1:2-4, 7). Maka "putri-putri Yerusalem" menyarankan agar ia meninggalkan perkemahan dan mencari kekasihnya (1:8). Namun, Salomo tidak merelakan ia pergi dan mulai memuji-muji kecantikannya, berjanji akan membuat baginya perhiasan-perhiasan emas berbentuk lingkaran dan kancing-kancing perak (Kidung 1:9-11). Gadis Sulam kemudian mengatakan kepada sang raja bahwa cintanya ditujukan kepada orang lain (Kidung 1:12-14).
Setelah itu, sang gembala datang ke perkemahan Salomo dan kekasih Gadis Sulam itu menyatakan kasih sayangnya kepada si gadis. Si gadis juga meyakinkan sang gembala akan cintanya (Kidung 1:15–2:2). Sewaktu berbicara kepada "putri-putri Yerusalem", si Gadis Sulam membandingkan kekasihnya dengan pohon buah di antara pohon-pohon di hutan dan dengan sungguh-sungguh menyuruh mereka bersumpah demi apa yang indah dan anggun agar tidak berupaya membangkitkan cinta yang tidak ia inginkan dalam dirinya (Kidung 2:3-7). Senantiasa, bahkan selama jam-jam malam, ia tetap merindukan kekasihnya, sang gembala, dan ia mengingatkan "putri-putri Yerusalem" bahwa mereka berada di bawah sumpah untuk tidak berupaya membangunkan cinta dalam dirinya sebelum dikehendakinya (Kidung 2:16–3:5).
Sewaktu kembali ke Yerusalem, Salomo membawa serta si Gadis Sulam Beberapa putri Sion mengomentari arak-arakan sang raja ketika melihat arak-arakan itu mendekati kota (Kidung 3:6-11). Di Yerusalem, sang gembala, kekasihnya, yang mengikuti arak-arakan tersebut, menjumpai si gadis Sulam dan memuji kecantikannya, dengan demikian meyakinkan si gadis akan cintanya (Kidung 4:1-5). Si Gadis Sulam menyuarakan keinginannya untuk meninggalkan kota (Kidung 4:6), dan sang gembala terus menyatakan kekaguman terhadapnya (Kidung 4:7-16a). "Semoga kekasihku datang ke kebunnya dan makan buah-buahnya yang lezat" kata si gadis (Kidung 4:16b). Sang gembala menanggapi undangan ini dengan berkata, "Aku datang ke kebunku, dinda, pengantinku" (Kidung 5:1a). Para wanita Yerusalem menganjurkan mereka, dengan mengatakan, "Makanlah, teman-teman, minumlah, minumlah sampai mabuk cinta!" (Kidung 5:1b).
Sewaktu si gadis Sulam, setelah mendapat mimpi buruk, menceritakan mimpi itu kepada "putri-putri Yerusalem" dan memberi tahu mereka bahwa ia mabuk kepayang (Kidung 5:2-8), mereka ingin mengetahui apa keistimewaan kekasihnya. Sebagai tanggapan si gadis Sulam] menggambarkan kekasihnya dengan kata-kata pujian (Kidung 5:10-16). Sewaktu mereka bertanya di mana sang gembala berada, ia memberi tahu mereka bahwa ia sedang menggembalakan domba di antara kebun-kebun (Kidung 6:1-3). Sekali lagi Salomo menghampiri si gadis Sulamdengan pernyataan-pernyataan pujian (Kidung 6:4-10). Ketika si gadis mengatakan bahwa ia datang bukan untuk menjumpai Salomo (Kidung 6:11, 12), sang raja memohonnya untuk kembali (Kidung 6:13a) Hal itu mendorongnya untuk bertanya, "Mengapa kamu senang melihat gadis Sulam itu?" (6:13b) Salomo menggunakan kesempatan itu sebagai peluang untuk sekali lagi menyatakan kekaguman terhadapnya (Kidung 7:1-9). Namun, si gadis Sulamtetap tidak berubah dalam cintanya dan meminta "putri-putri Yerusalem" agar tidak membangunkan cinta dalam dirinya apabila cinta itu tidak muncul sewajarnya (Kidung 7:10 – 8:4).
Tampaknya Salomo kemudian mengizinkan gadis Sulam itu pulang ke rumahnya. Sewaktu melihat ia datang, saudara-saudara lelakinya bertanya, "Siapakah dia yang muncul dari padang gurun, yang bersandar pada kekasihnya?" (Kidung 8:5a). Saudara-saudara lelaki gadis Sulam itu tidak menyadari bahwa adik mereka demikian teguh dalam cintanya. Bertahun-tahun sebelumnya, seorang saudaranya mengatakan mengenai dia, "Kami mempunyai seorang adik perempuan, yang belum mempunyai buah dada. Apakah yang akan kami perbuat dengan adik perempuan kami pada hari ia dipinang?" (Kidung 8:8). Saudaranya yang lain menjawab, "Bila ia tembok, akan kami dirikan atap perak di atasnya; bila ia pintu, akan kami palangi dia dengan palang kayu aras"(Kidung 8:9). Namun, karena si gadis Sulam berhasil menolak semua bujukan, merasa puas dengan kebun anggurnya sendiri dan tetap loyal dalam kasih sayang terhadap kekasihnya (Kidung 8:6, 7, 11, 12), ia dapat mengatakan dengan tepat, "Aku adalah suatu tembok dan buah dadaku bagaikan menara. Dalam matanya ketika itu aku bagaikan orang yang telah mendapat kebahagiaan" (Kidung 8:10). Nyanyian ini berakhir dengan pernyataan tentang keinginan sang gembala, kekasihnya, untuk mendengar suaranya (Kidung 8:13), dan pernyataan tentang keinginan si gadis agar kekasihnya datang sambil melompat-lompat, menyeberangi gunung-gunung yang memisahkan mereka (Kidung 8:14).
POKOK-POKOK PENTING KIDUNG AGUNG
1. Cinta seorang gadis Sulam yang
tak tergoyahkan kepada seorang gembala sekalipun Raja Salomo berupaya
mendapatkan gadis itu bagi dirinya
2. Ditulis oleh Salomo, tampaknya pada bagian agak awal masa pemerintahannya
3. gadis Sulam di perkemahan Salomo (Kidung 1:1–3:5)
4. Si gadis merindukan cinta kekasihnya, sang gembala, dan ia ingin agar sang gembala membawanya pergi dari lingkungan kerajaan
5. Kepada wanita-wanita di istana, ia menjelaskan bahwa warna kulitnya gelap karena terkena sinar matahari selama ia bekerja di kebun anggur milik saudara-saudara lelakinya
6. Salomo menjanjikannya perhiasan emas dan perak, tetapi ia berkukuh bahwa ia akan tetap mencintai kekasihnya
7. Sang gembala milik gadis Sulam muncul dan memuji kecantikannya, menyamakannya dengan bunga lili di antara lalang.
8. Gadis Sulam mengatakan kepada para wanita di istana bahwa sang gembala adalah bagaikan pohon apel yang naungannya sangat ia dambakan; ia menyuruh mereka bersumpah agar tidak membangkitkan cinta dalam dirinya kepada Salomo; ia ingat ketika kekasihnya mengundangnya untuk menemani dia; akan tetapi, saudara-saudara lelakinya mengatakan kepada si gadis bahwa kebun anggur itu harus dilindungi terhadap rubah-rubah kecil
9. Pada malam hari, ia bermimpi sedang mencari kekasihnya, lalu menemukan dia
10. Gadis Sulam diuji di kota Yerusalem (Kidung 3:6–8:4)
11. Rombongan Salomo yang mengagumkan mulai kembali ke Yerusalem
12. Sang gembala bertemu lagi dengan gadis Sulam (kini mukanya terselubung) dan berbicara mengenai kecantikannya, menyamakannya dengan kebun berpalang yang penuh dengan tumbuh-tumbuhan wangi
13. gadis Sulam mengundangnya masuk ke kebun itu dan menikmati buah-buahnya
14. Kepada wanita-wanita di istana, gadis Sulam menceritakan mimpi buruknya: Kekasihnya tiba selagi ia masih di tempat tidur; sang kekasih pergi sebelum ia membukakan pintu; sia-sia ia mencarinya di kota dan ia diperlakukan dengan buruk oleh para penjaga kota
15. Putri-putri Yerusalem bertanya mengenai kekasihnya, dan si gadis menjawab dengan memberikan gambaran tentang dia dengan kata-kata pujian
16. Salomo kini menyatakan cintanya bagi gadis Sulam, dengan mengatakan bahwa ia lebih cantik daripada 60 ratunya dan 80 gundiknya
17. gadis Sulam tetap teguh, dengan mengemukakan bahwa ia berada di situ hanya karena sewaktu melakukan tugasnya ia sampai di dekat perkemahan sang raja
18. Dengan menggunakan bahasa yang hidup dan gamblang Salomo melukiskan kecantikannya, tetapi gadis Sulam menampik semua rayuannya, berkukuh bahwa dia adalah milik kekasihnya
19. Gadis Sulam pulang, loyalitasnya teruji (Kidung 8:5–14)
20. gadis Sulam pulang ke rumah, bersandar pada kekasihnya
21. Sebelumnya, saudara-saudara lelakinya ragu-ragu apakah ia akan kukuh seperti sebuah tembok, atau goyah seperti pintu yang berayun dan terbuka bagi siapa pun
22. gadis Sulam telah menampik semua tawaran Salomo, membuktikan pengabdiannya yang eksklusif kepada kekasihnya; cintanya sama kuatnya dengan kematian, dan kobarannya seperti nyala api (Allah)! Ketekunan kepada pengabdian yang tak bercabang yang gigih seperti dunia oang mati telah menghasilkan kemenangan serta membawa dia kepada puncak persatuan yang mulia dengan gembala kekasihnya (Kidung 8:5-6).
2. Ditulis oleh Salomo, tampaknya pada bagian agak awal masa pemerintahannya
3. gadis Sulam di perkemahan Salomo (Kidung 1:1–3:5)
4. Si gadis merindukan cinta kekasihnya, sang gembala, dan ia ingin agar sang gembala membawanya pergi dari lingkungan kerajaan
5. Kepada wanita-wanita di istana, ia menjelaskan bahwa warna kulitnya gelap karena terkena sinar matahari selama ia bekerja di kebun anggur milik saudara-saudara lelakinya
6. Salomo menjanjikannya perhiasan emas dan perak, tetapi ia berkukuh bahwa ia akan tetap mencintai kekasihnya
7. Sang gembala milik gadis Sulam muncul dan memuji kecantikannya, menyamakannya dengan bunga lili di antara lalang.
8. Gadis Sulam mengatakan kepada para wanita di istana bahwa sang gembala adalah bagaikan pohon apel yang naungannya sangat ia dambakan; ia menyuruh mereka bersumpah agar tidak membangkitkan cinta dalam dirinya kepada Salomo; ia ingat ketika kekasihnya mengundangnya untuk menemani dia; akan tetapi, saudara-saudara lelakinya mengatakan kepada si gadis bahwa kebun anggur itu harus dilindungi terhadap rubah-rubah kecil
9. Pada malam hari, ia bermimpi sedang mencari kekasihnya, lalu menemukan dia
10. Gadis Sulam diuji di kota Yerusalem (Kidung 3:6–8:4)
11. Rombongan Salomo yang mengagumkan mulai kembali ke Yerusalem
12. Sang gembala bertemu lagi dengan gadis Sulam (kini mukanya terselubung) dan berbicara mengenai kecantikannya, menyamakannya dengan kebun berpalang yang penuh dengan tumbuh-tumbuhan wangi
13. gadis Sulam mengundangnya masuk ke kebun itu dan menikmati buah-buahnya
14. Kepada wanita-wanita di istana, gadis Sulam menceritakan mimpi buruknya: Kekasihnya tiba selagi ia masih di tempat tidur; sang kekasih pergi sebelum ia membukakan pintu; sia-sia ia mencarinya di kota dan ia diperlakukan dengan buruk oleh para penjaga kota
15. Putri-putri Yerusalem bertanya mengenai kekasihnya, dan si gadis menjawab dengan memberikan gambaran tentang dia dengan kata-kata pujian
16. Salomo kini menyatakan cintanya bagi gadis Sulam, dengan mengatakan bahwa ia lebih cantik daripada 60 ratunya dan 80 gundiknya
17. gadis Sulam tetap teguh, dengan mengemukakan bahwa ia berada di situ hanya karena sewaktu melakukan tugasnya ia sampai di dekat perkemahan sang raja
18. Dengan menggunakan bahasa yang hidup dan gamblang Salomo melukiskan kecantikannya, tetapi gadis Sulam menampik semua rayuannya, berkukuh bahwa dia adalah milik kekasihnya
19. Gadis Sulam pulang, loyalitasnya teruji (Kidung 8:5–14)
20. gadis Sulam pulang ke rumah, bersandar pada kekasihnya
21. Sebelumnya, saudara-saudara lelakinya ragu-ragu apakah ia akan kukuh seperti sebuah tembok, atau goyah seperti pintu yang berayun dan terbuka bagi siapa pun
22. gadis Sulam telah menampik semua tawaran Salomo, membuktikan pengabdiannya yang eksklusif kepada kekasihnya; cintanya sama kuatnya dengan kematian, dan kobarannya seperti nyala api (Allah)! Ketekunan kepada pengabdian yang tak bercabang yang gigih seperti dunia oang mati telah menghasilkan kemenangan serta membawa dia kepada puncak persatuan yang mulia dengan gembala kekasihnya (Kidung 8:5-6).
IV. Teori-teori penafsiran
Ada banyak tafsiran
Kitab Kidung Agung. Tapi sangat sedikit kesepakatan di antara para ahli
mengenai asalnya, artinya dan tujuannya. Gelora cinta yg demikian hidup dan
rinci, alpanya secara mencolok tema-tema agamawi, dan samarnya alur ceritanya,
semuanya itu menantang para ahli dan cobaan atas keandalan daya khayal mereka.
Sesuatu yg sangat diperlukan dalam meneliti keberbagaian tafsiran yg ada, ialah
karangan H. H Rowley, 'The Interpretation of the Song of Songs' dalam
The Servant of the Lord, and other Essays on the Old Testament, 1952.
Masalah diterimanya sejumlah syair cinta kasih ke dalam Kanon diselesaikan oleh para rabi dan Bapak-bapak Gereja dengan memakai metode penafsiran alegori. Bukti-bukti pemakaian metode ini berbekas dalam Misyna dan Talmud, sementara Targum tentang Kid melihat dalam cerita percintaan itu gambaran yg jelas tentang perlakuan Allah yg penuh kasih karunia terhadap Israel sepanjang perjalanan sejarah Israel. Sekali mempedomani metode alegori, para rabi bersaing dalam usaha mereka untuk menguraikan metode itu lebih panjang lebar lagi dan menjuruskannya ke arah yg baru. Singgungan tentang sejarah Israel diperas dari bagian-bagian Kitab Kidung Agung yg paling tidak mungkin. Bapak-bapak Gereja dan banyak penafsir Kristen pada masa kemudian menghubungkan Kid dengan Kristus, karena menjumpai di dalamnya alegori tentang kasih Kristus terhadap gereja atau orang percaya. Dan ahli Katolik (ump Ambrosius) menjumpai dalam keelokan dan kesucian gadis Sulam rujukan kepada anak dara Maria. Para penafsir Kristen juga tidak kalah dalam hal perincian tafsiran bila dibandingkan dengan para rabi yg kaya pemikiran. Pendekatan alegori ini sangat mendominasi pemikiran Protestan hingga masa-masa terakhir ini, dan di antara pendukungnya terdapat ahli seperti Hengstenberg dan Keil -- jujur dan sehatnya nalar kedua tokoh ini patut dipercaya.
Metode yg dekat sekali dengan metode alegori ialah tipologi atau perlambangan. Metode ini mempertahankan makna harfiah syair Kidung Agung, tapi mengakui juga adanya makna yg lebih tinggi dan lebih rohani yg dilambangkannya. Sambil menyingkirkan hal-hal yg berlebih-lebihan dalam penafsiran rinci alegori, metode tipologi menekankan tema-tema utama yakni cinta kasih dan penyerahan diri, dan menjumpai dalam cerita ini lukisan hubungan kasih Kristus dengan orang yg percaya kepada-Nya. Pendekatan ini dibenarkan oleh contoh-contoh yg terdapat dalam syair cinta kasih Arab, yg mungkin mengandung arti rahasia, seperti cerita Yunus yg dikutip oleh Tuhan Yesus (Matius 12:40) atau ular di padang gurun (Yohanes 3:14), dan oleh contoh-contoh Alkitab tentang perkawinan yg mempunyai arti rohani, ump Hosea 1-3; Yeremia 2:2; 3:1 dab; Yehezkiel 16:6 dab; 23; Efesus 5:22 dab. Tidak sedikit ahli konservatif modern menganut pandangan perlambangan ini, ump J. H Raven (Old Testament Introduction, 1910); M. F Unger (Introduction Guide to the Old Testament 2, 1956); W. J Cameron (TAMK).
Kendati Yahudi dan orang Kristen menemukan keuntungan rohani dalam menafsirkan Kitab Kidung Agung secara alegori atau tipologi, asas penafsiran ini masih dipertanyakan. Karena sekalipun banyak rincian dan alpanya rujukan kepada makna rohani yg lebih dalam pada kitab ini, toh Yahudi dan Kristen menentang mencari alegori atau tipologi dalam Kitab Kidung Agung.
Menafsirkan Kitab Kidung berdasarkan kaidah drama, yg disarankan baik oleh Origenes maupun Milton, dikembangkan pada abad 19 dalam dua bentuk khas. F Delitzsch menjumpai 2 tokoh utama, Salomo dan gadis Sulam. Sesudah membawa dara Sulam dari kampungnya ke Yerusalem, Salomo berusaha mencintainya sebagai istrinya, dengan cinta kasih yg jauh mengungguli daya tarik badani. H Ewald menyajikan tafsiran berdasarkan 3 tokoh utama yaitu: raja Salomo, gadis Sulam dan Gembala sang kekasih, yg kepadanya Sulamit tetap setia walaupun raja Salomo berjuang keras untuk memikat hatinya.
Pendekatan Ewald (yg disebut hipotesa gembala), diterima oleh S. R Driver dan disaring oleh para ahli lain. Hipotesa ini menyingkirkan beberapa dari kesukaran yg dihadapi pandangan Delitzsch, dengan menerangkan mengapa kekasih itu dilukiskan sebagai gembala (1:7-8) dan mengapa syair ini berakhir di lokasi penggembalaan wilayah utara. Namun teori ini menghadapi kesukarannya sendiri, ump alpanya sendi-sendi drama, kerumitan yg sangat mengganggu dalam dialog tatkala Salomo menerangkan keelokan gadis Sulam, padahal gadis Sulam memberi jawab mewakili gembala kekasihnya. Tafsiran berdasarkan kaidah drama menghadapi kesukaran yg lain, yaitu jarangnya bukti tentang adanya sastra drama di tengah-tengah bangsa Sem, khususnya orang Ibrani.
Penelitian J. G Wetzstein mengenai adat-adat perkawinan Siria mendorong K Budde menafsirkan Kitab Kidung Agung sebagai kumpulan nyanyian pernikahan yg sama dengan nyanyian yg dinyanyikan dalam pesta perkawinan, yg bisa seminggu lamanya, pada saat mana kedua mempelai dimahkotai sebagai raja dan ratu. Kecaman terhadap pandangan ini menyingkap bahaya menggunakan adat Siria modern untuk melukiskan kebiasaan Palestina kuno. Begitu juga, gadis Sulam tak pernah sekalipun disebut 'ratu' dalam Kitab Kidung Agung.
Pandangan T. J Meek yg mengatakan bahwa kitab Kidung Agung ini berasal dari tata ibadah Tamus (bnd Yehezkiel 8:14) mendapat perhatian yg luas. Tapi tak mungkin tata ibadah agama kafir, apalagi yg menonjolkan yg asusila, akan digabung menjadi satu dalam Kanon Alkitab tanpa peninjauan menyeluruh dengan saksama dalam rangka kepercayaan Israel, dan dalam Kid tak ada tanda-tanda apapun mengenai susunan seperti itu. Mula-mula teori Meek itu didukung oleh Leroy Waterman (JBL, 44, 1925), tapi belakangan ini ia beralih dan membela kaidah berasaskan sejarah bagi Kidung Agung. Hal ini didapatinya dalam cerita Abisag, gadis jelita dari Sunem, pelayan Daud (1 Raja 1:3), yg digambarkan menolak bujukan pertama Salomo. Gadis ini juga cenderung setia mengasihi gembala, kekasihnya. Tafsiran ini bergantung pada dugaan adanya hubungan gadis Sunem dengan gadis Sulam.
Bertambah jumlah ahli yg memandang Kitab Kidung Agung sebagai kumpulan syair cinta kasih yg tidak harus dihubungkan dengan pesta-pesta perkawinan atau sesuatu peristiwa khas lain. Usaha mengaitkan beberapa bagian Kitab Kidung Agung dengan beberapa penulis (mis W. O. E Oesterley membagi Kid menjadi 28 syair yg berbeda-beda dan tegas menolak keutuhan kitab itu; Song of Songs, 1936, hlm 6b) ditolak oleh banyak ahli, terutama oleh H. H Rowley: 'Pengulangan yg terdapat dalam kitab ini meninggalkan kesan bahwa penulisnya satu orang...' (lih hlm 212).
Masalah diterimanya sejumlah syair cinta kasih ke dalam Kanon diselesaikan oleh para rabi dan Bapak-bapak Gereja dengan memakai metode penafsiran alegori. Bukti-bukti pemakaian metode ini berbekas dalam Misyna dan Talmud, sementara Targum tentang Kid melihat dalam cerita percintaan itu gambaran yg jelas tentang perlakuan Allah yg penuh kasih karunia terhadap Israel sepanjang perjalanan sejarah Israel. Sekali mempedomani metode alegori, para rabi bersaing dalam usaha mereka untuk menguraikan metode itu lebih panjang lebar lagi dan menjuruskannya ke arah yg baru. Singgungan tentang sejarah Israel diperas dari bagian-bagian Kitab Kidung Agung yg paling tidak mungkin. Bapak-bapak Gereja dan banyak penafsir Kristen pada masa kemudian menghubungkan Kid dengan Kristus, karena menjumpai di dalamnya alegori tentang kasih Kristus terhadap gereja atau orang percaya. Dan ahli Katolik (ump Ambrosius) menjumpai dalam keelokan dan kesucian gadis Sulam rujukan kepada anak dara Maria. Para penafsir Kristen juga tidak kalah dalam hal perincian tafsiran bila dibandingkan dengan para rabi yg kaya pemikiran. Pendekatan alegori ini sangat mendominasi pemikiran Protestan hingga masa-masa terakhir ini, dan di antara pendukungnya terdapat ahli seperti Hengstenberg dan Keil -- jujur dan sehatnya nalar kedua tokoh ini patut dipercaya.
Metode yg dekat sekali dengan metode alegori ialah tipologi atau perlambangan. Metode ini mempertahankan makna harfiah syair Kidung Agung, tapi mengakui juga adanya makna yg lebih tinggi dan lebih rohani yg dilambangkannya. Sambil menyingkirkan hal-hal yg berlebih-lebihan dalam penafsiran rinci alegori, metode tipologi menekankan tema-tema utama yakni cinta kasih dan penyerahan diri, dan menjumpai dalam cerita ini lukisan hubungan kasih Kristus dengan orang yg percaya kepada-Nya. Pendekatan ini dibenarkan oleh contoh-contoh yg terdapat dalam syair cinta kasih Arab, yg mungkin mengandung arti rahasia, seperti cerita Yunus yg dikutip oleh Tuhan Yesus (Matius 12:40) atau ular di padang gurun (Yohanes 3:14), dan oleh contoh-contoh Alkitab tentang perkawinan yg mempunyai arti rohani, ump Hosea 1-3; Yeremia 2:2; 3:1 dab; Yehezkiel 16:6 dab; 23; Efesus 5:22 dab. Tidak sedikit ahli konservatif modern menganut pandangan perlambangan ini, ump J. H Raven (Old Testament Introduction, 1910); M. F Unger (Introduction Guide to the Old Testament 2, 1956); W. J Cameron (TAMK).
Kendati Yahudi dan orang Kristen menemukan keuntungan rohani dalam menafsirkan Kitab Kidung Agung secara alegori atau tipologi, asas penafsiran ini masih dipertanyakan. Karena sekalipun banyak rincian dan alpanya rujukan kepada makna rohani yg lebih dalam pada kitab ini, toh Yahudi dan Kristen menentang mencari alegori atau tipologi dalam Kitab Kidung Agung.
Menafsirkan Kitab Kidung berdasarkan kaidah drama, yg disarankan baik oleh Origenes maupun Milton, dikembangkan pada abad 19 dalam dua bentuk khas. F Delitzsch menjumpai 2 tokoh utama, Salomo dan gadis Sulam. Sesudah membawa dara Sulam dari kampungnya ke Yerusalem, Salomo berusaha mencintainya sebagai istrinya, dengan cinta kasih yg jauh mengungguli daya tarik badani. H Ewald menyajikan tafsiran berdasarkan 3 tokoh utama yaitu: raja Salomo, gadis Sulam dan Gembala sang kekasih, yg kepadanya Sulamit tetap setia walaupun raja Salomo berjuang keras untuk memikat hatinya.
Pendekatan Ewald (yg disebut hipotesa gembala), diterima oleh S. R Driver dan disaring oleh para ahli lain. Hipotesa ini menyingkirkan beberapa dari kesukaran yg dihadapi pandangan Delitzsch, dengan menerangkan mengapa kekasih itu dilukiskan sebagai gembala (1:7-8) dan mengapa syair ini berakhir di lokasi penggembalaan wilayah utara. Namun teori ini menghadapi kesukarannya sendiri, ump alpanya sendi-sendi drama, kerumitan yg sangat mengganggu dalam dialog tatkala Salomo menerangkan keelokan gadis Sulam, padahal gadis Sulam memberi jawab mewakili gembala kekasihnya. Tafsiran berdasarkan kaidah drama menghadapi kesukaran yg lain, yaitu jarangnya bukti tentang adanya sastra drama di tengah-tengah bangsa Sem, khususnya orang Ibrani.
Penelitian J. G Wetzstein mengenai adat-adat perkawinan Siria mendorong K Budde menafsirkan Kitab Kidung Agung sebagai kumpulan nyanyian pernikahan yg sama dengan nyanyian yg dinyanyikan dalam pesta perkawinan, yg bisa seminggu lamanya, pada saat mana kedua mempelai dimahkotai sebagai raja dan ratu. Kecaman terhadap pandangan ini menyingkap bahaya menggunakan adat Siria modern untuk melukiskan kebiasaan Palestina kuno. Begitu juga, gadis Sulam tak pernah sekalipun disebut 'ratu' dalam Kitab Kidung Agung.
Pandangan T. J Meek yg mengatakan bahwa kitab Kidung Agung ini berasal dari tata ibadah Tamus (bnd Yehezkiel 8:14) mendapat perhatian yg luas. Tapi tak mungkin tata ibadah agama kafir, apalagi yg menonjolkan yg asusila, akan digabung menjadi satu dalam Kanon Alkitab tanpa peninjauan menyeluruh dengan saksama dalam rangka kepercayaan Israel, dan dalam Kid tak ada tanda-tanda apapun mengenai susunan seperti itu. Mula-mula teori Meek itu didukung oleh Leroy Waterman (JBL, 44, 1925), tapi belakangan ini ia beralih dan membela kaidah berasaskan sejarah bagi Kidung Agung. Hal ini didapatinya dalam cerita Abisag, gadis jelita dari Sunem, pelayan Daud (1 Raja 1:3), yg digambarkan menolak bujukan pertama Salomo. Gadis ini juga cenderung setia mengasihi gembala, kekasihnya. Tafsiran ini bergantung pada dugaan adanya hubungan gadis Sunem dengan gadis Sulam.
Bertambah jumlah ahli yg memandang Kitab Kidung Agung sebagai kumpulan syair cinta kasih yg tidak harus dihubungkan dengan pesta-pesta perkawinan atau sesuatu peristiwa khas lain. Usaha mengaitkan beberapa bagian Kitab Kidung Agung dengan beberapa penulis (mis W. O. E Oesterley membagi Kid menjadi 28 syair yg berbeda-beda dan tegas menolak keutuhan kitab itu; Song of Songs, 1936, hlm 6b) ditolak oleh banyak ahli, terutama oleh H. H Rowley: 'Pengulangan yg terdapat dalam kitab ini meninggalkan kesan bahwa penulisnya satu orang...' (lih hlm 212).
V. Tujuan
Jika Kitab Kidung bukan alegori atau tipologi
yg menyampaikan suatu pesan rohani, kenapa kitab itu hadir dalam Kanon?
Kidung Kidung merupakan pelajaran yg menggunakan bahan baku dari realita hidup sehari-hari -- atau masal yg diperluas (Amsal), yg melukiskan betapa luar biasa kekayaan cinta manusia. Ajaran Alkitab tentang cinta kasih fisik lama tersembunyi sebagai tabu, akibat pertapaan pemikiran yg semi Kristen; di sini keindahan dan kesucian cinta kasih suami istri dihargai sepenuh-penuhnya. Kendati Kitab Kidung Agung diungkapkan dengan kata-kata yg sangat gamblang, toh memberikan keseimbangan yg sehat antara kedua segi seksual yg ekstrim, atau hal-hal yg keterlaluan dalam hidup kelamin dan peniadaan adanya unsur asasi yg baik dalam cinta kasih fisik (asketikisme). Tujuan Kitab Kidung Agung dimajukan selangkah lagi oleh E. J Young, 'Kidung Agung membicarakan kesucian hidup percintaan manusia, dan dengan dimasukkannya kitab itu dalam Kanon, mengingatkan kita kepada cinta kasih ilahi, yg lebih murni dari cinta kasih kita' (Introduction to the Old Testament, 1949, hlm 327).
Nilainya:
Kidung Kidung merupakan pelajaran yg menggunakan bahan baku dari realita hidup sehari-hari -- atau masal yg diperluas (Amsal), yg melukiskan betapa luar biasa kekayaan cinta manusia. Ajaran Alkitab tentang cinta kasih fisik lama tersembunyi sebagai tabu, akibat pertapaan pemikiran yg semi Kristen; di sini keindahan dan kesucian cinta kasih suami istri dihargai sepenuh-penuhnya. Kendati Kitab Kidung Agung diungkapkan dengan kata-kata yg sangat gamblang, toh memberikan keseimbangan yg sehat antara kedua segi seksual yg ekstrim, atau hal-hal yg keterlaluan dalam hidup kelamin dan peniadaan adanya unsur asasi yg baik dalam cinta kasih fisik (asketikisme). Tujuan Kitab Kidung Agung dimajukan selangkah lagi oleh E. J Young, 'Kidung Agung membicarakan kesucian hidup percintaan manusia, dan dengan dimasukkannya kitab itu dalam Kanon, mengingatkan kita kepada cinta kasih ilahi, yg lebih murni dari cinta kasih kita' (Introduction to the Old Testament, 1949, hlm 327).
Nilainya:
Kidung Agung menggambarkan indahnya cinta yang
teguh dan setia. Cinta yang tak tergoyahkan demikian tercermin dalam hubungan
antara Kristus Yesus dan pengantin perempuannya (Efesus 5:25-32). Jadi, buku
Kidung Agung dapat menganjurkan orang-orang yang mengaku sebagai pengantin
Kristus untuk tetap setia kepada pengantin laki-laki surgawi mereka (Bdk. 2
Korintus 11:2).
Artikel terkait:
Kepustakaan:
W Baumgartner, OTMS, hlm 230-235; J. C
Rylaarsdam, Proverbs to Song of Solomon, 1964;
W. J Fuerst, Ruth, Esther, Ecclesiastes, The Song of Songs, Lamentations, 1975;
S. C Glickman, A Song for Lovers, 1976;
H. J Schonfield, The Song of Songs, 1960;
J. C Exum, A Literary and Structural Analysis of the Song of Songs, ZAW 85, 1973, hlm 47-49;
R Gordis, The Song of Songs, 1954;
L Waterman, The Song of Songs, 1948.
W. J Fuerst, Ruth, Esther, Ecclesiastes, The Song of Songs, Lamentations, 1975;
S. C Glickman, A Song for Lovers, 1976;
H. J Schonfield, The Song of Songs, 1960;
J. C Exum, A Literary and Structural Analysis of the Song of Songs, ZAW 85, 1973, hlm 47-49;
R Gordis, The Song of Songs, 1954;
L Waterman, The Song of Songs, 1948.
Shalom. Untuk memahami makna kitab Kidung Agung ini ada baiknya membaca versi Targum Aramaiknya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris di https://www.sas.upenn.edu/~jtreat/song/targum/. Tuhan memberkati. 🕎✡🐟✝🕊📖🇮🇱
ReplyDelete