Makalah Pelayanan Konseling Alkitabiah Terhadap Usia Lanjut Di Jemaat Buttusirrin
BAB I
PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah
Bertumbuh dan berkembang merupakan hal yang akan dialami oleh manusia selama masih menghembuskan nafasnya. Sejak dalam kandungan sampai menjelang kematiannya, manusia akan selalu mengalami perkembangan dan pertumbuhan baik secara fisik maupun non fisik sehingga akan melalui beberapa tahap mulai dari bayi, anak-anak, remaja, pemuda, dewasa dan usia lanjut. Setiap tahap pertumbuhan dan perkembangan memiliki ciri-ciri masing-masing yang menandai keberadaan seseorang pada suatu tahap tertentu, misalnya umur, postur tubuh (fisik), karakter, dan sikap. Selain itu, keberadaa seseorang pada suatu tahap juga dapat dilihat dari permasalahan yang diperhadapkan oleh suatu tahapan tertentu.
Dari permasalahan pada setiap tahapan tersebut, masa yang masih belum diberikan perhatian khusus ialah masa tua atau pada usia lanjut. Masa tua adalah masa dimana semakin menurunnya daya tahan tubuh seseorang dan kemampuan fisik dan psikis seseorang seperti badan mulai bungkuk, pikun, pendengarannya sudah kabur, hal inilah yang menyebabkan akan adanya sangat ketergantungan kepada oranglain, tidak bisa melakukan sesuatu sendiri. Selain itu masalah-masalah lain yang muncul pada usia lanjut usia ialah munculnya perasaan bersalah, tidak berarti, dan tidak berguna lagi dalam diri para lanjut usia. Dari kompleksitas permasalahan para lanjut usia tersebut tentu menjadi beban fikirannya dan jika dibiarkan akan menjadi penyakit yang akan menggorogati dan dapat saja menjadi jalan untuk mempercepat kematiannya. Untuk itu, setiap pihak seharusnya memberikan perhatian khusus kepada setiap lanjut usia karena hal itulah yang diharapkannya.
Selain keluarga, lembaga lain yang dituntut untuk memberi perhatian kepada lanjut usia ialah gereja sendiri. Gereja tidak bisa menutup mata. Para lanjut usia adalah warga/anggota jemaat yang sama dengan anggota jemaat lainnya. Sangat perlu diberi perhatian khusus dalam hal ini pelayanan Konseling karena mereka membutuhkan orang lain sebagai tempat untuk menceritakan kebutuhan dan harapannya. Malalui pelayanan konseling maka gereja akan memberikan pemecahan masalah yang sesuai dengan firman Tuhan terhadap permasalahan lanjut usia sehingga para lansia tetap bersukacita dan menyerahkan kehidupannya pada Tuhan dalam menjalani kehidupan yang tersisah (Mazmur 71:17-18).
hal ini juga lebih dijelaskan oleh Larry Crabb bahwa dalam proses konseling, ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pelayanan konseling Alkitabiah terhadap klien. Adapun beberapa teori konseling Alkitabiah yang dipaparkan oleh beliau yang kemudian dijelaskan dalam bagian pembahasan makalah ini ialah: menentukan sasaran yang akan dicapai dalam proses konseling; mengetahui kebutuhan pribadi, memberi motivasi, mengetahui struktur kepribadian, menentukan apa yang akan diusahakan, mengenali masalah perasaan, mengenali tingkah laku, mengenali pemikiran masalah, mengubah asumsi dan konseling dalam kelompok Kristen.
Namun jika melihat situasi atau realita di Buttusirrin, maka dapat dilihat berbagai permasalahan yang dialami oleh usia lanjut. Menurut pengamatan penulis, hampir semua lanjut usia mengalami permasalahannya masing-masing dan kurang mendapat perhatian seperti teori yang dijelaskan diatas.
Bertitik tolak dari permasalahan diatas maka penulis menyusun teori konseling kepada para lanjut usia yang berjudul “Pelayanan Konseling yang Alkitabiah terhadap Usia Lanjut” ini.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan karya ilmiah ini ialah bagaiman pelayanan konseling alkitabiah terhadap usia lanjut di Jemaat Buttusirrin?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan ini ialah untuk mengetahui pelayanan konseling alkitabiah terhadap lanjut usia di Jemaat Buttusirrin dengan teori Larry Crabb.
D. Hipotesis
Menurut pengamatan penulis, teori konseling alkitabiah dari Larry Cubb tidak relevan dengan proses konseling terhadap usia lanjut di Jemaat Buttusirrin.
BAB II
ISI
ISI
A. Pelayanan Konseling
1. Pengertian pelayanan
Kata pelayanan berasal dari bahasa Yunani yaitu “diakonia” yang berarti memberi pertolongan atau pelayanan. Dalam Hal ini bisa kita temukan dalam Perjanjian Baru ada beberapa ungkapan dengan arti harafiah “melayani di meja” dengan arti mempersiapkan jamuan makan (Kis 6:2) maupun dalam arti pekerjaan pelayanan meja yang siap melayani para tamu (Luk 12:37; 17:8; Yoh 2:5,9). Dari arti harafiah ini terungkap juga arti melayani sesama secara umum, yaitu sesama yang lebih rendah kedudukanya (Luk 22:26-27).
2. Pengertian Konseling
Kata konseling berasal dari bahasa Latin yaitu “consulere” yang berarti memberi nasehat, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut consul yang berarti wakil, meminta nasehat berunding dengan; console yang artinya menghibur dan consolide yaitu menguatkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konseling dapat diartikan sebagai pemberian bimbingan oleh yang ahli kepada seseorang dengan menggunakan metode psikologis sehingga pemahaman atas dirinya sendiri meningkat dalam menyelesaikan berbagai masalah.
Jadi, konseling adalah upaya yang dilakukan oleh konseli untuk mendatangi konselor meminta nasehat terhadap masalah yang dihadapi sehingga konselor menuntunnya keluar dari permasalahan tersebut dengan cara yang tepat dan benar.
3. Bentuk-bentuk Konseling
Esensi dari hakekat konseling tidak akan pernah berubah karena yang menjadi pusatnya ialah Yesus dari dahulu, sekarang dan sampai selamanya. Namun yang harus diberikan perhatian ialah metode apa yang digunakan. Menurut Larry Crabb, terdapat tiga macam konseling, yaitu pertama setiap orang Kristen dipanggil kedalam pelayanan untk mendorong dan menolong orang lain, khususnya mereka yang seiman karena ugas gereja ialah menantang, mendorong dan menolong sesama. Kedua ialah para pendeta dan penatua memilikki kesempatan khusus untuk mengajar prinsip yang alkitabiah. Ketiga ialah adanya beberapa orang yang perlu untuk dilatih secara khusus untuk pelayanan konseling yang berkaitan dengan penjelajahan kedalam masalah-masalah yang berat.
B. Orang Tua Usia Lanjut
1. Pengertian Usia Lanjut
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lanjut usia berasal dari kata lanjut dan usia. Lanjut berarti tua, berumur, atau memiliki usia yang panjang. Di Indonesia, seseorang biasanya disebut sebagai orang tua usia lanjut pada umur 60 tahun. Jadi, orang tua usia lanjut ialah orang tua yang telah berumur enam puluh tahun ke atas dan umumnya kesehatan mereka mulai terganggu.
2. Pergumulan para Usia Lanjut
Sehubungan dengan bertambahnya usia, maka daya tahan tubuh dan pola pikir para usia lanjut pun akan semakin menurun sehingga lahirlah beberapa pergumulan yang dihadapi. Berikut pergumulan yang dihadapi oleh orang tua usia lanjut:
a. Terjadi perubahan fisik pada bagian tubuh, kepala dan persendian. Pada bagian kepala yang muncul ialah wajah yang mengerut, rambut yang memutih dan penglihatan memudar, pada bagian tubuh bagian yang nampak ialah perut yang membuncit, membungkuk dan payudara perempuan mengendor. Sedangkan pada persendian yang muncul ialah tangan terlihat kurus mengendur dan terdapat benjolan-benjolan
b. Terjadi perubahan berkaitan dengan penampilan dan fungsi seperti denyut nadi, konsumsi oksigen, tekanan darah dan jam tidur yang tidak teratur.
c. Terjadi perubahan secara psikologis seperti depresi, mudah curiga dan mempertahankan diri atas pengalamannya sendiri dan daya ingat yang menurun drastic.
d. Adanya sikap menyesali dan berputus asa atas kegagalan hidup atau masa pahit yang dialaminya pada waktu silam.
e. Mengalami berbagai macam krisis karena berbagai penyebab misalnya memudarnya fungsi organic, fungsi hormone, motorik, mental, kesehatan, kehilangan anggota keluarga, perubahan cuaca dan moral yang sulit, dan kebimbangan terhadap kematian.
Dari beberapa uraian mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh usia lanjut di atas maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang sedang dihadapi begitu kompleks sehingga jika tidak ada usaha untuk menolong maka tentu permasalahan tersebut akan menjadi beban dan dapat berujung pada percepatan kematian para usia lanjut.
3. Pentingnya pelayanan Konseling Bagi Orang Tua Lanjut Usia
Kompleksitas permasalahan hidup yang dihadapi oleh oranmg tua usia lanjut menuntut konselor untuk memberikan pendampingan agar tetap kuat dalam pengharapan akan iman kepada Yesus walaupun fisik tidak sekuat dulu lagi. Pelayanan kepada orang tua usia lanjut bukan menjadi pekerjaan yang muda tapi bukan berarti mustahil dilakukan. untuk itu pelayanan ini harus diberikan perhatian yang khusus seperti memberikan perhatian dalam hal waktu, keadaan fisik dan spiritual, keadaan ekonomi, sosial dan budaya serta keluarga dan teman sebaya serta peningkatan hikmat dan kreatifitas.
C. Pelayanan Konseling kepada Orang Tua Usia Lanjut
Dalam malakukan pelayanan konseling kepada orang tua usia lanjut, beberapa hal yang dapat dilalkukan agar pelayanan konseling dapat efektif dan alkitabiah berdasarkan teori Larry Crabb:
1. Hal pertama yang harus dilakukan dalam konseling ini ialah menentukan sasaran yang akan dicapai dari proses konseling itu sendiri. Sasaran dari konseling alkitabiah tidak lain ialah memperkenalkan kedewasaan Kristen, untuk menolong orang-orang memasuki suatu pengalaman yang lebih dalam tentang penyembahan dan suatu kehidupan pelayanan yang lebih efektif. konselor haruslah mempertahankan sasaran konseling tersebut agar klien yang didampinginya sungguh-sunggu menuju ke kedewasaan iman yang teguh.
2. Mengetahui kebutuhan-kebutuhan pribadi. Pada bagian ini Larry Crabb menjelaskan tentang kebutuhan manusia yang terdiri dari: rasa aman dan makna. Larry Crabb kemudian menyarankan bahwa bagi pria rute utama terhadap nilai pribadi adalah makna dan bagi wanita rute utamanya ialah jaminan keamanan. Untuk itu, konselor haruslah mengetahui kebutuhan setiap kliennya agar sungguh-sungguh menemukan jalan yang kepada konseli.
3. Motivasi. Setiap orang diberi semangat untuk memenuhi keperluannya. Demi memenuhi keperluannya, maka seseorang akan bekerja keras sampai apa yang diinginkannya terpenuhi. Motifasi dapat diartikan sebagai energy untuk melakukan sesuatu yang dipercayai akan membawa pemenuhan kepuasan. Keyakinan tersebut menentukan sasaran hidup. Namun sasaran sasaran itu tidak akan perna dapat dihentikan sampai kesadaran bahwa keperluan pribadi hanya dapat dipahami dalam Yesus Kristus. Untuk mengetahui alasan seseorang melakukan sesuatu, maka yang harus dilihat ialah kebanyakan seseorang beroperasi dari motivasi yang berkurang sambil berusaha mendapatkan sesuatu yang dapat dipercaya dapat memenuhi keperluan.
4. Struktur kepribadian. Agar dapat melakukan proses konseling, seseorang konselor harus mengetahui struktur kepribadian manusia yaitu setiap elemen dari diri manusia yang dianalogikan dengan membongkar sebuah jarum jam untuk mengetahui cara kerjanya. Elemen-elemen tersebut antara lain pikiran sadar, pikiran bawah sadar, petunjuk dasar (hati), kehendak, dan emosi. Roh Kudus menyediakan sumber bagi transformasi melalui mekanisme normal dari kepribadian manusia. Roh Kudus akan membawa kebenaran mengenai kitab suci sehingga seseorang akan menyadari bahwa tidak ada kejadian yang dapat merampas harga dirinya. Setelah itu seseorang akan mengevalusi kejadian dimasa lampau secara alkitabiah sehingga Roh memperdalam penghargaannya terhadap Allah.kekristenan akan merembes ke asumsi dasarnya dan secara berlahan akan menggantikan asumsi awal yang keliru sehingga seseorang pun akan bertumbuh menuju kedewasaan.
5. Menentukan apa yang akan diusahakan untuk mengubah. Seorang konselor Kristen tentu mendambakan kesejahteraan dari kliennya. Namun dambaan tersebut tidak berhenti sampai disitu, dambaan kesejahteraan yang dimaksudkan ialah kesejahteraan didalam Yesus Kristus. Jadi, dalam mencapai kesejahteraan tersebut terdapat standar-standa yang harus dilakukan. para konselor Kristen berada dalam posisi unik dalam menasehati seseorang untuk hidup dalam cara yang mungkin menambah beban kehidupan sehingga jika ingin memperkenalkan perubahan-perubahan pada diri seseorang untuk lebih dekat dengan Tuhan dengan perasaan apakah negative atau positif maka usaha untuk mengubah tersebut haruslah di evaluasi kembali. Perubahan kritis dalam menolong seseorang untuk hidup secara efektif mencakup perubahan asumsi dasar.untuk itu, konselor harus mengubah asumsi dasar kliennya yang keliru. Tranformasi tergantung pada pembaharuan pikiran seseorang.
6. Mengenali masalah perasaan. Konseling berkaitan dengan bidang kegiatan yang membangkitkan perasaan. Konselor menanyakan perasaan konseli terhadap keadaan yang dialaminya. Dsdsrsnnys ialah untuk mengidentifikasi perasaan yang mana yang menjadi terutama.
7. Mengenali tingkah laku yang berorientasi pada sasaran (masalah). Sekali seorang klien mengepresikan, memahami dan menerima pengalaman-pengalaman emosionalnya yang terdalam maka ia akan merasa bebas dari kecemasan dan gejalah-gejalah itu akan lenyap.
8. Mengenali pemikiran masalah. Seluruh analisis ini mulai dengan mengenali kesalahan dan kemudian melihat tingkah laku yang berorientasi pada sasaran yang terhalang. Tingkah laku yang benar merupakan bahan yang penting bagi pertumbuhan rohani sehingga ketaatan secara mutlak dibutuhkan bagi kehidupan Kristen yang efektif.
9. Mengubah asumsi. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam upaya mengubah asumsi yang keliru menjadi asumsi yang benar, yaitu: mengenali dimana asumsi itu dipelajari, bangkitkan ekspresi dari emosi-emosi disekitar keyakinan itu, mendukung klien ketika ia mempertimbangkan untuk mengubah asumsi-asumsinya dan mengajar klien untuk mengisi pikirannya dengan teknik tipe rekorder.
10. Konseling dalam kelompok Kristen. pada bagian ini, konselor dituntut untuk melakukan
berbagai teknik dalam konseling berdasarkan beberapa level, yaitu: konseling melalui dorongan, konseling melalui nasehat. Gereja haruslah memikul tanggung jawab untuk memulihkan orang-orang yang tertekan dan memiliki permasalahan hidup yang berat menuju kepada sukacita.
D. Tempat penelitian dan Metode Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian penulis dalam karya ini ialah di Jemaat Buttusirrin. Jemaat ini merupakan wilayah dari kebupaten Tana Toraja yang berada sekitar 42 KM dari pusat kota kabupaten. Jemaat Buttusirrin dapat ditempuh melalui kendaraan roda dua maupun roda empat. Jemaat kedua tertua di Bonggakaradeng ini memiliki 60 kepala keluarga (KK).
2. Waktu
19-21 Mei 2017
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data penulis melakukan sebuah penelitian langsung ke lapangan yaitu melakukan penelitian langsung ke lokasi penelitian dengan melakukan pengamatan dan wawancara kepada objek penelitian.
4. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kualitatif. Penelitian kualitatif ialah prosedur untuk dipergunakan dalam menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis.
BAB
III
PEMAPARAN HASIL PENELITIAN
1. Permasalahan yang Dihadapi Usia Lanjut
Dalam menjalani kehidupan masa usia lanjut, tentu banyak permasalahan yang akan dihadapi. Sama halnya dengan para lansia yang berada di Buttusirrin yang mengalami permasalahan yang begitu kompleks. Berikut penulisn memaparkan hasil wawancara dengan beberapa lanjut usia di Buttusirrin:
a. Mudah Marah .
Salasatu permasalahan yang sering dihahapi oleh lansia yang diwawancarai oleh penulis ialah mudah marah. Sebetulnya sifat tersebut bukanlah karakternya ketika ia masih muda. Namun menurutnya karakter tersebut datang ketika ia menginjak usia tua sehingga tidak mengerti mengapa ia menjadi pemaah seperti itu. dalam menjalani kehidupannya, ketika ada hal yang tidak sesuai dengan keinginannya maka dengan cepat ia akan marah tanpa melihat kondisi dan situasi disekitarnya. Oleh karena sifatnya yang mudah marah itulah maka cucunya pun menyebutnya dengan sebutan “nenek lampir” yang tentunya membuatnya menjadi tambah marah.
Menurut penulis, hal itu memang benar karena hampir setiap hari, sikap tersebut dilakukan, misalnya memarahi anak dan cucunya tanpa alasan yang jelas. Hal ini memang wajar karena menurut teori yang disampaikan oleh Richard L. Morgan bahwa masa tua adalah masa dimana semakin menurunnya daya tahan tubuh seseorang dan kemampuan fisik dan psikis seseorang seperti badan mulai bungkuk, pikun, pendengarannya sudah kabur, hal inilah yang menyebabkan akan adanya sangat ketergantungan kepada oranglain, tidak bisa melakukan sesuatu sendiri. oleh karena itulah maka ketika tidak sanggup lagi melakukan apa yang diinginkan dan apa yang diinginkan tidak sesuai dengan yang dilakukan oleh anak mapun cucunya makan ia akan segerah marah.
b. Mudah tersinggung.
Menurut hasil percakapan, sumber yang diwawancarai mengatakan bahwa semenjak menjadi nenek-nenek, ia merasakan tentang keanehan pada dirinya karena dalam menjalani kehidupannya sehari-hari, ia begitu mudah tersinggung. Ketika ada orang lain yang sedang tertawa, ia biasa merasa bahwa dirinyalah yang sedang diketahui sehingga menimbulkan perasaan yang membenci orang tersebut padahal belum tentu dialah yang diketawai oleh orang itu. itulah sebabnya, ia sering menjauhkan diri dari orang-orang banyak untuk menjaga perasaannya tersebut sehingga hubungan sosialnya pun tidak terlalu baik.
Menurut pengamatan penulis, hal itu memang benar karena dalam kehidupan sehari-hari, orang ini memang sering marah ketika ada orang lain yang sedang tertawa didekatnya terutama kepada anak-anak. itulah sebabnya, masyarakat sekitar ketika orang ini sedang bersama mereka atau sedang berada dekat dengannya berusaha untuk tidak tertawa demi menjaga perasaan orang tua ini.
Hal ini juga sebenarnya adalah ha yang wajar dialami oleh para usia lanjut karena sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Andi Mappcare yaitu tentang permaslahan yang sering dialami oleh para usia lanjut salasatunya ialah mudah tersinggung. Itu berarti bahwa perasaan bersalah tersebut bukanlah sesuatu yang dianggap hal yang aneh karena memang merupakan hal yang wajar dialami oleh para usia lanjut.
c. Perasaan tidak berguna
Menurut nenek Rundun, dalam menjalani masa tuanya, kadang dirinya sering berfikir bahwa sebenarnya ia sudah tidak berguna lagi untuk hidup karena hanya memberikan beban bagi anak dan keluarganya yang lain. Hal itu disebabkan oleh karena di usianya yang lebih dari 80 tahun membuatnya tidak berdaya lagi untuk bekerja seperti halnya ketika ia masih kuat dulu. Atas perasaannya itulah maka ia sering memaksakan dirinya untuk bekerja mengambil sayur babi di samping rumah untuk setidaknya memberikan sedikit bantuan kepada anak cucunya yang terus setia merawat setiap hari. Hal itu akan terus menerus dilakukakan oleh nenek tersebut sampai sekarang dan menurutnya akan tetap dilakukan sepanjang masih bisa keluar rumah. Ketika hanya berada dirumah, perasaan bersalah tersebut akan semakin mengganggunya dan akan membuatnya menjadi sakit sehingga walaupun tubuh sudah tidak kuat lagi tetapi akan memaksakan diri untuk bekerja walaupun sedikit saja.
Menurut pengamatan penulis, hal tersebut memang benar karena hampir tiap hari nenek tersebut memaksakan dirinya mengambil sayur babi walaupun keadaan fisiknya yang sebetulnya tidak memungkinkan lagi. Oleh karena memaksa tubuhnya dalam maka tidak jarang nenek tersebut jatuh sakit. Namun walaupun sakit, toh biasanya tetap memaksakan diri untuk bekerja apalagi ketika semua orang meninggalkan rumah. Ketika salasatu keluarga menegur untuk tidak lagi bekerja, nenek tersebut kemudian menjawab bahwa apa yang ia lakukan setidaknya dapat membantu keluarga. Keluarga hanya pasrah karena segalah upaya telah dilakukan untuk membujuk nenek tersebut untuk tidak bekerja termasuk pernah membawanya ke rumah salasatu anaknya di perkotaan agar tidak ada yang dikerjakan, namun toh nenek malahan tambah sakit dan akhirnya dikembalikan ke kampong.
Hal ini memang wajar dialami oleh lanjut usia sama seperti teori yang disampaikan dalam dua teori diatas.
d. Merasa tidak tenang jika tidak bekerja.
Dari hasil percakapan, kakek tesebut mengatakan bahwa dulunya dirinya merupakan sosok yang sangat tekun dalam bekerja sehingga hampir tiap hari selalu digunakan untuk bekerja demi menafkahi dan menyekolahkan kedelapan anaknya. Ketika itu kakek tersebut memang menjadi Pegawai Negeri Sipil namun ketika itu penghasilan dari PNS tidaklah seberapa sehingga harus bekerja sampingan demi memenuhi kebutuhan keluarga terutama biaya ekolah seluruh anak-anaknya. Oleh karena itulah sang kakek membanting tulang setiap hari hari tanpa mengenal lelah demi melihat kesuksesan anak-anaknya kelak.
Buah dari kerja kerasnya kini telah dirasakan, seluruh anaknya telah menuai kesuksesan. Sehingga saat ini, jika dilihat dari segi materi, kehidupan kekek ini sangatlah mapan. Namun menurut pengakuan kakek, rupanya ketekunan bekerja dari masa mudanya dibawa sampai masa usia lanjutnya sehingga diusia yang menginjak hampir 80 tahun ini, dirinya masih senang untuk bekerja, misalnya mengambil buah cokelat, membersihkan kebun, menanam pohon, memelihara ikan dan lain sebagainya. Menurutnya, sesungguhnya dirinya ingin beristrahat namun ketika ia tidak bekerja maka sepertinya ada sesuatu hal yang berbeda dan malahan merasa tambah sakit kalau tidak bekerja.
Tidak jarang anak-anak dan cucunya memarahi kakek tersebut karena terus bekerja walaupun sudah tidak kuat lagi. Tidak jarang karena kelelahan sang kakek mengalami kelemahan tubuh namun tetap bekerja karena merasa akan lebih sakit jika hanya tinggal berdiam di rumah saja. Hal ini menimbulkan rasa khwatir dari anak-anak dan cucunya bahwa jangan sampai suatu saat kakek ini mengalami sesuatu ketika sedang bekerja dan tidak ada yang melihatnya dan terjadi apa yang tidak diinginkan.
Menurut penulis, kakek tersebut memang dalam usia lanjutnya memang masih sangat rajin untuk bekerja walaupun fisiknya sudah tidak kuat lagi. Walaupunanak-naknya telah memarahi untuk tidak bekerja, namun sang kakek tetap bersikukuh untuk tetap bekerja walau sekit sekalipun. Penulis memang belum menemukan teori yang mendukung masalah ini, namun penulis menganggap bahwa apa yang dialami oleh kakek tersebut adalah sebuah masalah yang dihadapi oleh usia lanjut seperti yang dikatakan sendiri oleh kakek. Hal ini menjadi masalah karena seharusnya seseorang jika telah berusia lanjut tidak bekerja lagi karena sudah waktunya untuk dirawat oleh anak-anak dan cucumya yang selama ini dirawatnya. Jika terus bekerja, maka daya tahan fisiknya akan semakin berkurang dan bisa saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi ketika sedang bekerja seperti yang dialami oleh kakek penulis sendiri yaitu ketika ditemukan terbujur kaku di kebun ketika berusia 80 tahun.
2. Siapa yang Melakukan Konseling
Dalam menghadapi permasalahan usia lanjut di Buttusirrin, maka berdasarkan percakapan dengan beberapa para usia lanjut, maka penulis mendapat informasi bahwa biasanya yang melakukan konseling kepada mereka ialah guru jemaat dan pendeta. Guru jemaat ialah ketua majelis gereja ketika belum ada pendeta yang melayani di Buttusirrin.
3. Bagaimana Bentuk Konseling
Dalam melakukan konseling, hal yang paling sering dilakukan ialah ketika usia lanjut tersebut sedang sakit maka guru jemaat atau pendeta pun diminta untuk datang mendoakannya. Selain itu, pihak keluarga juga memohon kepada guru jemaat dan pendeta untuk memberikan bimbingan atau nasehat kepada kakek atau nenek karena perubahan-perubahan sikap yang dialami sehingga diduga mengalami kelemahan tubuh. Dari kesempatan inilah yang dipergunakan oleh guru jemaat untuk melakukan proses konseling. Bentuk konseling yang dilakukan ialah dengan cara memberikan penguatan kepada konseli agar tetap bersemangat dalam menjalani kehidupannya meyakinkan bahwa permasalahan-permasalahan yang dialaminya memang hal yang wajar dialami oleh para usia lanjut. Setelah itu maka konselor mengajak konseli untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan untuk meminta pertolongan dalam menghadapi pergumulan di masa tua harena hanya Tuhanlah penolong dan penjaga sejati bagi umat-Nya.
Menurut salah seorang guru jemaat, proses konseling terhadap usia lanjut dijalankan tanpa adaya pengetahuan yang cukup. Proses konseling dilakukan dengan mengandalkan pengalaman yang minim sehingga proses konseling tersebut tidak maksimal. Beliau sebelumnya tidak pernah mempelajari teknik konseling yang efektif terutama kepada usia lanjut, namun karena keadaan maka terpaksa melakukan proses konseling dengan apa adanya. Namun satu hal yang pasti bahwa Tuhan mengetahui ketulusan hatinya dalam membimbing kliennya sehingga meyakini bahwa Tuhan sendirilah yang akan menolong kliennya tersebut dalam menyelesaikan masalahnya. Oleh karena itulah biasanya dalam proses konseling biasanya doa-doa dari konselor cukup panjang.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan teori dan hasil penelitian di lapangan maka penulis menyimpulkan bahwa konseling Alkitabiah yang dipraktekkan di Buttusirrin terhadap usia lanjut tidak sesuai dengan konseling Alkitabiah seperti dalam Teori Larry Crabb. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh konselor sekaitan dengan teknik Konseling Alkitabiah yang benar. Selain itu, konselor juga kurang memahami tentang teknik konseling kepada usia lanjut sehingga proses konseling yang dilakukan seadanya saja.
2. Saran
Adapun saran dari penulis ialah menghimbau kepada guru jemaat atau pendeta agar mendalami teori konseling alkitabiah yang dikembangkan oleh Larry Crabb karena teori tersebut menurut penulis sangat efektif untuk digunakan dalam proses konseling. Selain itu, penulis juga mendorong konselor di Buttusirrin untuk memberi perhatian kepada usia lanjut dan mempelajari permasalahan-permasalahan yang dihadapi agar permasalahan usia lanjut dapat dihadapi dan masa tua pun dapat dilalui dengan sukacita sama seperuti ketika masih muda dulu.
Lampiran 1
Daftar pertanyaan
1. Apa permasalahan besar yang anda alami selama menjalani masa usia lanjut?
2. Bagaimana cara anda menghadapi masalah tersebut?
3. Siapa yang melakukan konseling/bimbingan terhadap anda?
4. bagaimana proses konseling yang dilakukan oleh konselor terhadap anda?
Lampiran 2
Biodata Informan
1. Nama : Indo’ Selang
Umur : sekitar 80 tahun
Alamat : Buttusirrin
2. Nama : Martha Rundun
Umur : sekitar 80 tahun
Alamat : Buttusirri
3. Nama : Tandiesak
Umur : sekitar 80 tahun
Alamat :Buttusirrin
Daftar Pustaka
A. noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Abineno Ch, Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral, Jakarta:BPK Gunung Mulia
Andi Mappcare, Psikologi Orang Dewasa, Surabaya: Usaha Nasional,1983
B.S. Sidjabat Pendewasaan Manusia Dewasa , Bandung:Kalam Hidup, 2014
Larry Crabb, Konseling yang Efektif dan Alkitabiah, Bandung: Yayasan kalam hidup, Andi 2008
Pusat Bahasa Departmen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988
Richard L. Morgan, Tetap Ceria di Usia Senja, Jakarta: BPK-GM, 1999
Wawancara dengan Martha Rundun pada tanggal 20 Mei 2017
Wawancara dengan Indo’ Selang pada tanggal 21 Mei 2017
Wawancara dengan Tandiesak pada tanggal 21 Mei 2017.
Wawancara dengan Marthina Rita pada tanggal 21 mei 2017
Yohanis Luni, “peranan Konseling Pastoral bagi Pembinaan Warga Gereja di Era Post modern” dalam Marampa’, Vol. 6, Mengkendek, STAKN Toraja,2013
TUGAS : SEPRIADI BUNGA
0 Response to "Makalah Pelayanan Konseling Alkitabiah Terhadap Usia Lanjut Di Jemaat Buttusirrin"
Post a Comment